Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
KASUS temuan beras oplosan di Pasar Induk Cipinang yang dilakukan oleh PT DSU dengan modus mencatut Beras Cadangan Pemerintah (BCP) dinilai Guru Besar Institut Pertanian Bogor Hermanto Siregar sangat destruktif bagi masyarakat.
Hermanto mengurai setidaknya ada dua klausul yang membuat masyarakat dirugikan.
"Pertama, kalau beras itu disubsidi, sasaran subsidi tidak boleh salah, kalau menjual bukan pada sasaran berarti salah," urai Hermanto saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (8/10).
Sebelumnya di Pasar Induk Cipinang, kepolisian menemukan dokumen pengiriman beras dari Badan Urusan Logistik (Bulog) kepada PT DSU sebanyak 400 ton. Beras tersebut merupakan beras impor dari Thailand dengan kandungan 15% broken atau pecah.
Temuan itu mengindikasikan pencatutan BCP oleh pihak yang tidak berwenang, lantaran PT DSU tidak ditunjuk sebagai distributor resmi beras impor.
Sebagaimana diberitakan, Bulog menyadangkan beras untuk memenuhi kebutuhan penyaluran beras bersubsidi dan operasi pasar, sehingga beras yang digunakan bukan beras berkualitas prima.
PT DSU diketahui mengoplos beras impor ini dengan beras lokal dari Demak dengan kualitas prima. Sehingga konsumen membeli dengan harga yang lebih tinggi.
Hermanto menyorot praktik ini sebagai mekanisme perdagangan yang destruktif, baik bagi konsumen maupun penerima manfaat yang seharusnya kebagian beras Bulog.
"Kedua, kalau untuk komersial, namanya beras nonsubsidi dicampur bersubsidi kan tidak betul. Kan tidak mungkin dibilang kalau dioplos," lanjutnya.
Beras komersil dan beras bersubdisi, menurut Hermanto, tentu memiliki kualitas dan harga yang berbeda, selain peruntukannya yang jelas-jelas berbeda.
Konsumen yang membeli beras oplosan tentu tidak mengetahui beras yang dikonsumsinya sudah dicampur dengan beras berkualitas lebih rendah
"Kalau namanya beras subsidi, mestinya caranya jelas. Jadi kalau dia dioplos, itu berarti dimaksudkan untuk dijual. Untungnya lebih besar. Motif pedagang mengoplos untuk mendapat keuntungan lebih tinggi," kata Hermanto.
Di sisi lain, ia juga mengakui praktik pengoplosan lazim dilakukan pedagang. Ia mencontohkan beras yang sudah 2-3 bulan belum terjual kerap dioplos dengan beras baru panen dengan kualitas yang masih tinggi.
Menurutnya, solusi lain untuk mencegah konsumen dirugikan lagi dengan praktik pengoplosan semacam ini di masa depan ialah dengan menerapkan aturan agar semua beras, baik yang berkualitas tinggi maupun rendah, harus dikemas.
"Ke depannya bagaimana kalau beras komersil, lebih bagus bukan curah. Bukan dalam kemasan. Sekarang sudah ada, tapi yang kualitas bagus. Ke depan semuanya kalau bisa dalam kemasan," saran dosen yang juga dikenal sebagai pengamat pertanian tersebut.
Selain itu, kasus seperti ini, menurut Hermanto, harus dapat dicegah dengan pengawasan yang baik dari internal BULOG di masa mendatang. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved