Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
RANCANGAN Undang-Undang Pertembakauan yang menaikkan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) dari 2% menjadi 20% akan menguntungkan petani tembakau. Lantaran alokasi peruntukan dana bagi hasil meliputi tiga aspek, antara lain infrastruktur pertanian tembakau, kesehatan, dan lingkungan.
"Dari 20% dana bagi hasil cukai, sebesar 75% akan kembali ke petani tembakau sebagai dana pengembangan infrastruktur pertanian. Sedangkan 5% untuk aspek kesehatan, dan 20% untuk lingkungan," ujar Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (20/9).
Penaikan dana bagi hasil cukai tembakau, lanjut Supratman, bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan daya saing petani tembakau. Karena semangat RUU Pertembakauan adalah menggenjot produktivitas tembakau nasional guna menekan impor.
"Targetnya 80% kebutuhan tembakau nasional akan dipenuhi oleh petani lokal. Sementara impor hanya 20%," jelas Supratman.
Selama ini, dana cukai termasuk besar. Pada 2017 diproyeksikan dana tersebut mencapai Rp145 triliun dari pencapaian sebelumnya sebesar Rp138 triliun.
Jika RUU Pertembakauan disahkan tahun ini dan pasal dana bagi hasil disetujui naik menjadi 20% maka pada 2017 akan ada angka besar dalam alokasi dana bagi hasil, yakni Rp29 triliun. Angka tersebut merupakan 20% dari dana cukai keseluruhan pada 2017 sebesar Rp145 triliun.
Anggota Baleg DPR dari Fraksi PKB Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz mengatakan kenaikan DBHCHT memiliki semangat melindungi petani tembakau. Nantinya, pelaksanaan di lapangan harus diikuti oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang sejalan dengan semangat UU Pertembakauan.
"Dengan lahirnya UU Tembakau, PMK lama sudah tidak berlaku. Harus ada PMK baru, yang disesuaikan dengan undang-undang," ujar Neng.
PMK, lanjut Neng, tidak boleh memasukkan pasal atau ketentuan yang multitafsir.
"Itu penting agar tidak ada penyelewengan. Dan yang paling penting, jangan sampai dana bagi hasil justru menjadi bancakan, sementara petani tembakau malah tidak tahu apa-apa," tegas Neng.
Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo berharap RUU Pertembakauan menyentuh aspirasi petani tembakau.
Dari aspek ekonomi, AMTI mengusulkan agar DBHCHT dialokasikan untuk memberikan insentif kepada petani. Selanjutnya, AMTI meminta RUU Pertembakauan menjadi dasar regulasi untuk memangkas tata niaga tembakau. Selama ini, kata Budidoyo, tata niaga tersebut terlalu panjang.
"Pemberian insentif dan memangkas tata niaga akan menggairahkan petani untuk menanam tembakau. Di samping itu, mereka juga akan mendapatkan nilai tambah," ujarnya.
Kegairahan petani menanam menjadi kunci untuk menggenjot produksi, dan pada akhirnya mengurangi impor tembakau. Selama ini, menurut Budidoyo, kapasitas produksi tembakau Indonesia masih rendah.
"Produksi tembakau di Indonesia masih di bawah 1 ton/hektare. Bandingkan dengan Tiongkok yang sudah mencapai 3 ton/hektare," kata Budidoyo. (MTVN/OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved