Pemerintah akan Maksimalkan Penggunaan Lahan Perbatasan

Andhika Prasetyo
16/9/2016 16:52
Pemerintah akan Maksimalkan Penggunaan Lahan Perbatasan
(ANTARA FOTO/Victor Fidelis Sentosa)

KEDAULATAN pangan terus menjadi fokus pemerintah. Lahan-lahan baru untuk komoditas strategis terus ditambah, tidak hanya di wilayah-wilayah sentra tetapi juga di daerah perbatasan yang selama ini masih belum dimanfaatkan.

“Seperti instruksi presiden, kita harus membangun mulai dari pinggir. Kedaulatan pangan harus diwujudkan di seluruh pulau Indonesia,” ujar Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman usai rapat koordinasi di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Jakarta, Jumat (16/9).

Amran mengatakan pihaknya, bekerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), siap untuk memaksimalkan sekitar 20 ribu hektare (ha) lahan baru di 44 kebupaten yang merupakan wilayah terluar Indonesia.

“Untuk upaya ini, kami mengalokasikan anggaran Rp120 miliar untuk memaksimalkan lahan dan keperluan alat mesin pertanian,” lanjut Amran.

Pembangunan lumbung pangan di perbatasan, ungkap pemerintah, akan mengedepankan sistem mekanisasi dengan teknologi.

“Di lokasi perbatasan atau transmigrasi kan kadang kekurangan sumber daya manusia, maka kita berikan fasilitas sarana produksi berupa mesin yang dapat membantu mereka. Kita siapkan semuanya, mulai dari kebijakan, sarana produksi hingga infrastruktur,” tutur Amran.

Adapun, komoditas pangan yang menjadi perhatian utama adalah padi, jagung, kedelai, bawang merah dan sayur-sayuran.

“Kami terlebih dulu akan melakukan identifikasi potensi sumber pangan apa yang sesuai di wilayah tersebut,” paparnya.

Dengan menerapkan kebijakan tersebut, ia berharap akan ada peningkatan kesejahteraan bagi para petani. “Inflasi di daerah perbatasan juga bisa ditekan.”

Selain itu, ekspor komoditas strategis ke negara-negara tetangga terdekat juga menjadi satu tujuan utama lain dari dilaksanakannya program tersebut. Pasalnya, sambung pria asal Sulawesi Selatan itu, dengan memaksimalkan produksi di perbatasan, upaya ekspor akan lebih mudah dan memakan biaya yang tidak besar dibandingkan harus mengirim dari wilayah sentra yang berada di tengah pulau.

“Tinggal pikul atau pakai sepeda saja bisa.”

Saat ini, beberapa wilayah terluar yang telah mengekspor komoditas pangan terdapat di Motaain yang menjadi perbatasan Nusa Tenggara Timur dengan Timor Leste dan Keerom yang merupakan perbatasan antara Papua dan Papua Nugini.

“Nunukan di Kalimantan Utara juga telah mengekspor beras organik dengan harga Rp15.000 per kilogram di tingkat penggilingan,” imbuhnya.

“Tentunya kami juga akan mencari tahu kebutuhan pangan apa yang sangat dibutuhkan oleh negara tetangga yang berbatasan langsung dengan wilayah yang akan dimaksimalkan.”

Upaya pemaksimalan lahan di wilayah terluar juga menjadi salah satu cara untuk menghentikan adanya penyelundupan komoditas pangan dari negara lain.

“Selama ini, ada jalan tikus yang digunakan untuk mendatangkan bawang merah secara ilegal dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan di wilayah perbatasan. Masalah ini bisa diselesaikan jika kita memiliki lumbung pangan strategis di sana,” paparnya.

Pria 48 tahun itu menyebutkan daerah-daerah yang kerap terjadi penyelundupan komoditas pangan adalah di Kalimantan Barat dan Kepualauan Riau.

“Potensi kerugian pasti ada tetapi tidak besar. Paling yang dibawa masuk hanya lima atau sepuluh ton.”

Sementara itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan dengan menciptakan lumbung pangan, pembangunan desa akan lebih cepat dan terintegrasi.

“Pemotongan anggaran pun tidak akan berpengaruh pada target produksi karena kami bisa mengakalinya dengan seperti ini, bersinergi dengan kementerian lain,” tandas Eko.(X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Victor Nababan
Berita Lainnya