Belanja Infrastruktur akan Tetap Tinggi

Andhika Prasetyo
14/9/2016 17:51
Belanja Infrastruktur akan Tetap Tinggi
(Ilustrasi---MI)

KENDATI Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terus dipangkas, pengeluaran dana pemerintah untuk sektor infrastruktur pada periode 2016 hingga 2020 diprediksi akan tetap tinggi yakni mencapai US$264 miliar. Jumlah tersebut setara dengan 35% produk domestik bruto negara.

Hal itu diutarakan Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Rabu (14/9).

Taswin mengatakan iklim makro Tanah Air saat ini sangat mendukung pengembangan infrastruktur secara masif.

"Ada banyak hal yang membantu. Seperti suku bunga rendah yang memungkinkan pendanaan proyek infrastruktur menjadi kompetitif. Inflasi juga mampu terjaga di dikisaran 3,5% hingga 4% dalam dua tahun terakhir," ujar Taswin.

Selain itu, pada sisi fiskal, lanjutnya, pemerintah juga berhasil menjaga defisit neraca di bawah 3%.

"Belum lagi paket-paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk mempercepat implementasi pembangunan infrastruktur," sambungnya.

Dengan semua hal positif itu, Maybank memperkirakan perekonomian nasional diprediksi bisa mencapai 5,2% pada akhir tahun ini.

"Indonesia terus tumbuh dan menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia Tenggara," tutur Taswin.

Dari segi pendanaan, Maybank memprediksi 70% dari total belanja modal akan berasal dari swasta dan sebanyak 30% lainnya datang dari pemerintah.

Dari total prediksi pembelanjaan infrastruktur mencapai US$264 miliar, pembiayaan tertinggi diperkirakan akan mengarah pada sektor energi dan sumber daya dengan nilai US$91 miliar.

Disusul penyediaan air bersih dan pembangunan kilang minyak yang masing-masing mencapai US$42 miliar dan US$40 miliar.

CEO Maybank Kim Eng Group Dato John Chong mengatakan selama perbankan terus menjadi sumber pendanaan tradisional, pasar modal dapat terus menawarkan sumber dana alternatif.

"Baik pasar obligasi ataupun pasar modal di Indonesia masih relatif baik dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Pasar-pasar tersebut masih memiliki kapasitas signifikan untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur," ucap Dato.

Khusus pada obligasi, imbuh Dato, pihak pendukung proyek masih memungkinkan untuk menyesuaikan dana pembiayaan dengam tagihan dalam rupiah yang diperoleh dari proyek terkait yang umumnya memiliki jangka waktu panjang.

"Fokus pemerintah pada pembangunan infrastruktur jelas akan mengurangi biaya logistik dan mendukung perusahaan-perusahaan dengan pendapatan rendah untuk meningkatkan produktivitas," tutur Dato.

"Kami berharap ini dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang kuat di masa mendatang."

Maybank Kim Eng saat ini juga mendukung secara aktif pembiayaan infrastruktur Tanah Air. Pada tahun ini, bank dengan aset terbesar keempat di ASEAN itu bertindak sebagai Sole Lead Arranger untuk Programme Onshore MTN US$300 juta bagi PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), BUMN yang dimandati untuk percepatan penyediaan pendanaan infrastruktur nasional.

"Kami juga bertindak sebagai Exclusive Financial Advisor untuk pembiayaan PT Mabar Elektrindo dalam proyek pertama batubara listrik 300 mega watt di Medan, Sumatra Utara," papar Dato. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya