Ekplorasi Migas akan Dibebaskan dari Pajak

Gabriela Jessica Restiana Sihite
09/9/2016 13:06
Ekplorasi Migas akan Dibebaskan dari Pajak
(Antara/Zabur Karuru)

KEMENTERIAN Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan kegiatan eksplorasi ladang minyak dan gas bumi (migas) akan dibebaskan dari seluruh pajak. Hal tersebut akan tertuang dalam revisi Peraturan Pemerintah No 79/2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan (Cost Recovery) dan Perlakukan Pajak Penghasilan Hulu Migas.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja mengatakan pihaknya sudah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan agar seluruh pajak dalam kegiatan eksplorasi migas dihapuskan. Saat ini, baru pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dibebaskan.

"PPN (Pajak pertambahan nilai) masih ada, peralatan yang diimpor juga masih kena pajak impor. Kita sudah utarakan ingin seluruh pajak selama eksplorasi di-nol-kan," ucap Wiratmaja dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (9/9).

Selain itu, pemerintah juga akan memberlakukan prinsip blok basis atau transfer pada blok yang sama.

"Perubahan pada biaya-biaya yang tidak dapat dikembalikan dan biaya-biaya yang dap[at dikembalikan dalam cost recovery juga sudah kita bahas dengan sangat rinci dengan Kementerian Keuangan, tetapi saya belum bisa ungkapkan karena harus lapor dulu ke Pak Menteri (ESDM)," paparnya.

Dalam revisi PP 79/2010 itu pun pemerintah akan memberikan sejumlah insentif, yakni investment credit, imbalan penyerahan produksi migas untuk kebutuhan dalam negeri (DMO fee), dan tax holiday.

Wiratmaja menilai sejumlah insentif dan keringanan bagi para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) diberikan untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi di Indonesia. Sebagaimana diketahui, harga minyak dunia yang melemah saat ini membuat banyak para KKKS menahan kegiatan eksplorasi karena tidak ekonomis.

Adapun, menurut perhitungannya, produksi minyak Indonesia akan turun drastis. Pada tahun depan, dia memperkirakan produksi minyak hanya akan mencapai 780 ribu barel per hari (bph) atau turun 4,8% dari target tahun ini yang sebesar 820 ribu bph. Penurunan itu akan terus terjadi secara drastis hingga pada 2020 hanya mencapai 550 ribu bph dan pada 2050 menjadi 77 ribu bph.

Selain itu, produksi gas juga akan terprediksi fluktuatif dan turun mulai 2029 hingga seterusnya.

"Itu semua produksi kita yang akan datang kalau iklim bisnis migas di Indonesia terus seperti sekarang ini. Karena itu, kita harus buat peraturan yang membuat industri migas atraktif. Salah satunya dengan revisi PP 79/2010," tukasnya.

Tidak hanya itu, lanjut Wiratmaja, jumlah pengembangan wilayah kerja (WK) migas juga akan lambat laun menurun jika pemerintah tidak membuat terobosan kebijakan. Sepanjang tahun ini saja, jumlah WK yang digarap KKKS menunjukan penurunan. Pada Januari 2016, tercatat 312 WK yang dikembangkan. Lalu, setiap bulannya turun hingga pada Juli 2016 hanya 288 WK.

Kendati demikian, Guru Besar ITB itu menyatakan segala insentif dan kemudahan selama masa eksplorasi migas tidak akan diberikan selamanya. Insentif pada revisi PP 79/2010 hanya akan berlaku pada saat harga minyak dunia sedang rendah.

"Kalau harga minyak dunia bagus lagi, semua insentifnya kita cabut. Jadi pas harga minyak rendah, KKKS yang dapat insentif. Pas harga naik, pemerintah yang dapat insentif lebih banyak," imbuh Wiratmaja.

Sayangnya, dia belum bisa menerangkan berapa batas harga minyak dunia rendah dan batas harga minyak dunia yang sedang tinggi. Batas tersebut dinilai akan diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri ESDM yang akan dikeluarkan setelah revisi PP 79/2010 terbit.

"Batasnya juga akan sesuai case by case. Nanti diatur dalam Permen (ESDM)," imbuhnya. (X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Victor Nababan
Berita Lainnya