YLKI: Cukai untuk Pengendalian, bukan Mengeruk Keuntungan

Al Abrar
27/8/2016 17:59
YLKI: Cukai untuk Pengendalian, bukan Mengeruk Keuntungan
(ANTARA/IRWANSYAH PUTRA)

PRO kontra wacana kenaikan harga rokok terus bergulir. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi tidak sepakat wacana kenaikan harga rokok Rp50 ribu per bungkus. Sebab, kenaikan harga rokok bakal diiringi kenaikan cukai.

"Kalau wacana kenaikan cukai berapa pun besarannya, itu sama sekali tidak benar apalagi mempertimbangkan daya beli konsumen, karena rokok itu barang tidak normal, dan tidak bisa dikaitkan dengan daya beli," kata Tulus dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/8).

Tulus menjelaskan, cukai diterapkan untuk mengendalikan barang 'berdosa' seperti rokok dan alkohol dari mulai produksi, iklan, hingga penjualan. Bukan untuk mendapatkan keuntungan dari cukai tersebut.

"Dalam konteksnya cukai diterapkan untuk pengendalian, bukan untuk mendapatkan keuntungan," kata Tulus.

Maka itu dia menolak wacana kenaikan harga rokok Rp50 ribu per bungkus untuk mempertimbangkan daya beli konsumen.

Tulus juga mengatakan, petani tembakau juga bakal dirugikan dengan kenaikan harga rokok. Setidaknya 60% produksi rokok di Indonesia tembakaunya diimpor dari luar negeri.

Dia juga mencatat, perusahaan rokok di Indonesia dapat memproduksi 399 miliar batang rokok per tahun.

"Ini juga salah satu komponen merusak tatanan tembakau, bukan karena regulasi bukan karena cukai, lokal, dan nasional, tapi Impor," ucap Tulus.

Saat ini, lanjut Tulus, pabrik rokok dalam kurun waktu 10 tahun terus bertambah. Cukai juga terus mengalami kenaikan.

"Kalau cukai berdampak pada produksi rokok harusnya turun, tapi ini terus meningkat sampai 399 miliar batang per tahun," ungkapnya. (MTVN/OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya