Kenaikan Harga Rokok Rugikan Tenaga Kerja

Wibowo
23/8/2016 10:33
Kenaikan Harga Rokok Rugikan Tenaga Kerja
(ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

PENAIKKAN harga rokok harus dengan perhitungan dan mekanisme yang jelas. Bila tidak didasari pertimbangan dan riset yang jelas, akan memukul industri dan para tenaga kerja di industri rokok.

"Pada kenaikan cukai sebesar 11,7 persen saja sudah terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 32.279 orang pada kurun waktu 2012 sampai 2015. Apalagi bila dinaikan sampai Rp50 ribu harga per bungkus rokok, tentu kenaikan cukai berkali-kali lipat besarnya,” kata Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Sudarto.

Para tenaga kerja tersebut datang dari industri kretek yang merupakan industri padat karya. Ditambah, mayoritas dari mereka berpendidikan rendah. "Sehingga ketika dirumahkan, mereka tak mampu bersaing dan bekerja di industri lain. Dan ini sangat berbahaya,” jelasnya.

Seperti yang diketahui, riset kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu dikeluarkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM–UI). Riset itu memicu kekhawatiran dari industri, tenaga kerja, dan petani.

Sudarto meminta, seharusnya riset mencari jalan keluar yang bijak, bukan menyudutkan pihak-pihak tertentu. Dalam riset juga harus dicari jalan keluar. “Bila akibat riset itu banyak yang dirumahkan, siapa yang mau bertanggung jawab,” terang Sudarto.

Selain tenaga kerja, hal lain yang diakibatkan atas dampak kenaikan harga Rp50 ribu adalah semakin banyaknya beredar rokok ilegal. Hingga kini, kata Sudarto, jumlah rokok ilegal berada di angka lebih dari 11 persen. “Nantinya, tentu yang akan dirugikan adalah pemerintah karena penerimaan cukai akan turun,” ucapnya.

Sedangkan Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) I Ketut Budiman mengatakan riset yang dilakukan pihak yang kontra rokok tentu akan membuahkan ketidakadilan. “Fokus mereka kan kesehatan, tapi bagaimana dengan tenaga kerja dan petani, apakah mereka pikirkan?” katanya.

Budiman menegaskan, saat ini produksi cengkeh di Indonesia sekitar 100 ribu sampai 110 ribu ton per tahun. “Sekitar 94 persen diserap oleh industri rokok. Jika nanti industri itu terganggu akibat kenaikan harga ini, mau dikemanakan hasil cengkeh ini?” lanjutnya. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya