Target Pertumbuhan Berisiko Meleset

Fathia Nurul Haq
22/8/2016 11:27
Target Pertumbuhan Berisiko Meleset
(Antara)

BANK Indonesia (BI) memperkirakan pemangkasan belanja negara jilid kedua dapat berdampak pada pencapaian pertumbuhan ekonomi tahun ini. Hal itu bisa dicegah dengan memperkuat peran swasta.

Saat jumpa pers di Jakarta, Jumat (19/8) petang, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan pihaknya memprediksi pertumbuhan ekonomi 2016 berkisar 4,9%-5,3%. Estimasi BI, pertumbuhan ekonomi di kuartal III mencapai 5,14% dan di bawah 5% pada kuartal IV. “Sebelumnya kami perkirakan 5%-5,4%,” imbuh Agus.

Ada tiga pemikiran yang mendasari otoritas moneter merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi 2016. Pertama, adanya penyesuaian fiskal oleh pemerintah.

Kemudian, perlambatan perekonomian global. “Faktor ketiga, permintaan domestik, khususnya untuk investasi swasta, masih perlu waktu recovery,” kata Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo.

Pemulihan yang mulai berlangsung di sektor swasta sebagai dampak paket kebijakan pemerintah dan pelonggaran kebijakan ma­kroprudensial dari BI, lanjutnya, belum sekuat ekspektasi awal.

Deputi Gubernur BI Hendar menambahkan, saat ini pun pertumbuhan ekonomi masih timpang secara spasial karena hanya disokong Jawa dan Sumatra. “Di wilayah lain, Kalimantan negatif 1,3% dan Papua negatif 5,9%,” ungkapnya.

Pada kuartal I dan II, perekonomian Indonesia melaju 4,91% dan 5,18%. Dengan begitu, guna mencapai target 5,2% dalam APBN-P 2016, rata-rata pertumbuhan kuartal III dan IV harus di atas 5,3%.

Ekonom UI Destry Damayanti mengatakan peran swasta perlu diperkuat untuk mengantisipasi risiko melesetnya target pertumbuhan ekonomi. Hal-hal yang dilakukan pemerintah sekarang, seperti mempercepat pembangunan infrastruktur, ia nilai sudah cukup baik dan diharapkan dapat memicu pergerakan investasi swasta.

Ia pun berpendapat pemotongan belanja jilid II yang disebut Menteri Keuangan sebesar Rp133 triliun tidak akan banyak memengaruhi pertumbuhan karena bukan pada anggaran prioritas. “Jumlah itu tidak besar daripada skala ekonomi kita yang Rp12 ribu triliun. Kontribusi pemerintah terhadap PDB tidak besar, hanya 10%, sementara konsumsi masyarakat bisa 55% dan swasta mencapai 35%.”

Langkah lain yang dapat dilakukan pemerintah saat ini ialah fokus memberi kemudahan bagi swasta. Upaya pemerintah menjadikan belanja lebih realistis dan memotong target pajak juga dipandang cukup menstimulasi.

Senada, ekonom Universitas Padjadjaran Ina Primiana mengatakan dalam kondisi global yang belum stabil, pemerintah perlu mengandalkan pasar domestik untuk mengamankan pertumbuhan. Ia menilai pembenahan logistik menjadi vital karena memengaruhi harga barang di level konsumen.

Satu digit
Seiring kondisi-kondisi tersebut, BI juga mengoreksi proyeksi pertumbuhan kredit perbankan tahun ini menjadi 7%-9% dari semula 10%-11%. Per Mei, pertumbuhan kredit masih di kisaran 8%.

Terkait suku bunga, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, per Juli, rata-rata bunga simpanan sudah turun 91 basis poin (bps) sejak Januari. Dalam tempo sama, bunga kredit baru turun 47 bps.

Untuk mempercepat laju penurunan bunga kredit, bank sentral menurunkan suku bunga untuk fasilitas simpanan (lending facility) bank di BI menjadi 6%. Dengan begitu, koridor suku bunga acuan menjadi simetris, masing-masing 75 bps di bawah dan di atas posisi 7-day Repo Rate. (Dro/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya