Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
DALAM penetapkan biaya interkoneksi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) harus memenuhi asas keadilan dan mengakomodasi kepentingan seluruh stakeholders industri telekomunikasi, terutama yang berkaitan dengan komitmen operator saat mengajukan izin investasi, yakni pembangunan jaringan (modern licencing) di seluruh Tanah Air.
Hal itu diutarakan Ketua Program Studi Telekomunikasi di Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Joeseph Matheus Edward menanggapi silang pendapat keputusan Kemenkominfo menurunkan biaya interkoneksi untuk panggilan lokal seluler dari sekitar Rp250 menjadi Rp204 per menit.
Menurut Ian, dengan keputusan itu, Kemenkominfo telah menabrak prosedur yang ada, khususnya dalam PP 52 tahun 2000 pasal 23. Pasal itu menyatakan penetapan biaya interkoneksi harus berdasarkan perhitungan yang transparan, disepakati bersama, dan adil. Artinya, penetapan biaya interkoneksi harus menggunakan perhitungan berbasis biaya (cost base) yang disepakati bersama oleh seluruh operator, tanpa terkecuali.
"Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No 52 tahun 2000, biaya interkoneksi harus disepakati semua operator. Jika ada salah satu operator yang tidak setuju, maka aturan tersebut harus batal,” kata Ian, Selasa (16/8).
Selain itu, lanjut Ian, dalam penetapan biaya interkoneksi, pemerintah seharusnya memasukkan biaya pembangunan (capital expenditure/capex), unsur risiko, quality of service dan biaya operasional. Karena, sejatinya, penetapan biaya interkoneksi itu adalah demi keberlanjutan pembangunan jaringan dan menjaga kualitas layanan telekomunikasi di seluruh Nusantara.
“Kalau semua itu terpenuhi, pemerintah dan masyarakat juga akan menikmati hasil dari kondisi level of playing field yang sama. Yakni, terpenuhinya pemerataan pembangunan jaringan yang ujungnya adalah semua masyarakat menikmati layanan telekomunikasi yang lebih baik,” ujar Ian.
Fahmy Radhi, pengamat ekonomi dan bisnis dari Universitas Gajah Mada (UGM) menambahkan biaya interkoneksi sejatinya hanya cost recovery, yang pada praktiknya digunakan operator untuk bisa terus membangun jaringan dem menjaga kualitas layanannya.
Jika cost recovery itu dibayarkan tidak sesuai dengan biaya yang sebenarnya, lanjut Fahmi, otomatis kemampuan operator untuk membangun dan menjaga kualitas layanannya akan berkurang. "Artinya pelanggan juga yang akan dirugikan," ujar Fahmi.
Karena itu, lanjut Fahmi, penurunan biaya interkoneksi harus mengacu pada hakikat biaya interkoneksi yang berbasis biaya, yakni biaya yang dikeluarkan operator untuk membangun dan menjaga kualitas layanannya. Namun, elastisitas penurunan harga ditentukan oleh masing-masing perusahaan telekomunikasi, mengingat pembangunan infrastruktur jaringan memang membutuhkan biaya yang besar. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved