Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
SEKTOR industri menjadi salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional, kini dan di masa depan. Untuk itu, diperlukan adanya kebijakan nyata demi menciptakan keseimbangan pertumbuhan industri hulu dan hilir yang bisa memangkas defisit neraca perdagangan maupun menumbuhkan integrasi industri untuk menciptakan daya saing produk nasional.
“Karena itu, pemerintah mengaku membuat tiga prioritas untuk sektor industri untuk meningkatkan pertumbuhan industri dalam negeri, dari industri hulu sampai hilir,” kata Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian Edy Putra Irawady dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (10/8).
Ketiga fokus tersebut ialah penguatan industri, peningkatan produktivitas industri, dan penyebaran industri ke luar Jawa.
“Dan fokus bidang industrinya ke petrokimia, kimia dan umum, farmasi, dan industri besi dan baja. Industri-industri hulu itu yang banyak cacat sejak lahir sehingga industri hilir kita juga ikut bermasalah,” ucap Edy.
Selama ini, imbuhnya, industri hulu di dalam negeri masih terbilang sedikit dan kurang berkontribusi terhadap bahan baku untuk industri hilir. Makanya, banyak industri hilir yang pada akhirnya memilih untuk mengimpor bahan baku. Akibatnya, pertumbuhan industri dalam negeri dalam beberapa tahun terakhir lesu hingga rata-rata per tahun hanya 5%. “Prestasi industri kita seperti mati suri. Dulu kita bisa tumbuh sampai 11% per tahun, sekarang hanya 5%,” kata dia.
Untuk menggarap fokus tersebut, Edy berencana terus membuat deregulasi kebijakan untuk sektor industri.
Menurutnya, paket-paket kebijakan yang telah dan akan terus dirilis pemerintah akan bertujuan meningkatkan daya beli masyarakat, daya saing industri, investasi dan pariwisata, dan memperluas ekspor.
“Makanya kita mau benahi mesin penggerak industrinya, yaitu regulasi dan kepastian usaha. Regulasi ini banyak yang sudah dipangkas berbagai kementerian, tetapi secara substansial sebenarnya belum,” ungkap Edy.
Di kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Dharma Budhi mengatakan pertumbuhan industri yang kecil disebabkan minimnya pasar ekspor. Hal itu membuat pelaku usaha beralih pada pemenuhan pasar dalam negeri. Sayangnya, upaya itu juga sulit mendongkrak pertumbuhan karena banyak produk impor yang lebih diminati industri hilir dan masyarakat.
“Misalnya, kimia untuk bahan baku sabun. Dari Tiongkok selisih harganya bisa sampai US$100 per liter. Jadi industri sabun lebih senang beli dari Tiongkok,” ungkapnya.
Dia pun menilai masih kecilnya pembelian bahan baku dari industri hulu dalam negeri karena kebijakan pemerintah hanya bersifat imbauan kepada industrialis swasta. Padahal banyak proyek pemerintah dan BUMN/BUMD yang mulai menggunakan produk dalam negeri.
Kerikil kebijakan
Pelaku usaha mengakui pemerintah sudah mulai memperhatikan pertumbuhan industri dengan berbagai paket kebijakan yang mulai membangkitkan gairah pelaku industri untuk lebih memacu investasinya. Namun, ada saja kebijakan pemerintah lain di luar paket kebijakan yang malah dinilai menyulitkan para industrialis.
“Industri makanan dan minuman itu sangat sensitif terhadap kerikil kebijakan. Waktu Februari 2016 ada kebijakan pemeriksaan pajak kartu kredit, PPN (pajak pertambahan nilai) pada bulan itu langsung anjlok ketimbang tahun lalu karena masyarakat tidak mau belanja,” ucap Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman.
Dalam hitungannya, pengenaan cukai pada gelas plastik dan botol plastik bakal meningkatkan harga makanan dan minuman olahan sebesar 8%.
“Kenaikan harga pangan 5% saja sudah berat karena pangan sangat sensitif. Studi Universitas Indonesia menunjukkan setiap kenaikan harga pangan 1%, penjualan pangan akan terpengaruh 1,7%. Jadi kalau harga naik 8%, tinggal kali saja,” cetusnya.
Padahal, sambungnya, industri makanan dan minuman sudah mulai menunjukkan kebangkitan. Selama triwulan I, pertumbuhan industri itu mencapai 7,5%, tumbuh 8,5% pada triwulan II dan selama tahun ini ditargetkan tumbuh 8% dari tahun lalu.
Tidak semujur industri makanan dan minuman, Ketua Bidang Silicate Asosiasi Kimia Dasar Anorganik Indonesia (AKIDA) Satyawati mengatakan industri kimia sebagai penyuplai bahan baku makanan dan minuman justru masih melesu sepanjang tahun ini karena menyusutnya pasar kimia dasar.
“Sumber energi kita masih kurang efisien. Memang ada paket penurunan harga gas, tidak belum menyentuh industri kami, sehingga daya saing kalah dengan produk impor,” tandas Satyawati. (E-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved