Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
MESKI neraca perdagangan tercatat surplus US$598,3 juta pada Juli 2016, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis buruknya kinerja ekspor dan impor Indonesia. Pasalnya, baik nilai ekspor maupun impor selama bulan lalu turun dari Juni 2016. Demikian juga selama Januari-Juli 2016, kinerja ekspor dan impor juga masih turun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Kepala BPS Suryamin menyebut nilai ekspor Indonesia selama Juli 2016 mencapai US$9,51 miliar atau turun 26,67% dari bulan sebelumnya. Penurunan ekspor terjadi di kelompok ekspor migas dan non migas. Ekspor migas sebesar US$998,6 juta atau turun 15,89% dan ekspor non migas sebesar US$8,5 miliar atau turun 27,75%.
"Sementara secara kumulatif dari Januari-Juli 2016, ekspor Indonesia mencapai US$79,08 miliar atau turun 12,02% dari tahun lalu. Ekspor non migas sepanjang tahun juga turun 8,78%. Lemak dan minyak hewan nabati masih menempati posisi ekspor terbesar tapi turun juga 18,55% dari tahun lalu," ucap Suryamin saat konfrensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (15/8).
Penurunan kinerja ekspor selama bulan lalu dinilai Suryamin terjadi karena bertepatan dengan libur Lebaran dan libur sekolahan. Kegiatan perdagangan tercatat tutup selama 16 hari kerja, sehingga kegiatan ekonomi berjalan lambat selama Juli 2016.
Selain itu, Suryamin juga menilai penurunan ekspor selama bulan lalu terjadi akibat pelemahan ekonomi di Tiongkok. Negeri Tirai Bambu tersebut tengah mengurangi impor yang masuk ke negaranya, sehingga ekspor dari Indonesia terkena dampak.
"Tiongkok adalah negara pangsa ekspor kita terbesar ketiga. Bulan lalu turun 25,07% dari Juni 2016. Dugaan Tiongkok sedang mengalami perlambatan ekonomi karena kami melihat bulan lalu nilai impor Tiongkok turun 12,5% dari seluruh pasar dunia. Lalu, libur Lebaran yang membuat kegiatan ekonomi tidak berjalan normal ternyata terjadi hampir selama bulan Juli dan itu semua yang membuat ekspor kita turun sekali. Ini wajar terjadi setiap tahun ketika bulan Lebaran," papar Suryamin.
Pun, menurut sektor, ekspor Indonesia tercatat buruk selama Januari-Juli 2016. Ekspor dari industri manufaktur mencapai US$60,86 miliar atau turun 5,58%. Selain itu, ekspor barang pertanian mencapai US$1,58 miliar selama Januari-Juli 2016 atau merosot 21,32% dari periode yang sama tahun lalu dan ekspor barang pertambangan dan lainnya sebesar US$9,14 miliar atau turun 23,89%.
Selain kinerja ekspor yang layu, Suryamin pun mengatakan kinerja impor Indonesia sepanjang bulan lalu juga anjlok. BPS mencatat impor selama bulan lalu mencapai US$8,92 miliar atau turun 26,28%. Impor non migas turun dari US$10,32 miliar menjadi US$7,44 miliar atau 27,91% dari Juni 2016.
Selama Januari-Juli 2016, nilai impor Indonesia juga tercatat turun 10,85% menjadi 74,91 miliar dan impor non migas turun 5,69% atau menjadi US$64,74 miliar.
"Mesin dan peralatan mekanik masih jadi barang impor terbesar, yakni mencapai US$11,65 miliar. Lalu, mesin dan peralatan listrik juga, meski keduanya tercatat turun juga. Penurunan ini juga terjadi karena jumlah hari kerja kegiatan perdagangan terpotong sampai 16 hari kerja," ujarnya.
Kendati kinerja impor yang turun dinilai wajar oleh Suryamin, dia tetap mewanti=wanti pemerintah. Pasalnya, impor barang konsumsi tetap tercatat naik 12,31% sepanjang Januari-Juli 2016, sedangkan impor bahan baku dan barang modal merosot, masing-masing 12,12% dan 15,16%.
"Ini mesti diantisipasi. Mudah-mudahan dengan industri manufaktur yang lagi berjuang naik, itu, pemenuhan kebutuhan dalam negeri bisa terjadi. Industri manufaktur memang ada yang hasilnya bisa setahun kemudian, meski sekarang dibuatnya," tukas Suryamin.
Di kesempatan yang sama, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan titik terendah kinerja ekspor dan impor Indonesia hanya akan terjadi bulan lalu. Pada bulan ini, dia memprediksi nilai ekspor dan impor akan naik 5%-30%.
"Saya kira masih akan surplus bulan ini karena ekspor dan impor sudah kembali naik lagi 5%-30% bulan ini dari bulan lalu. Trennya biasanya begitu," ucap Sasmito.
Kendati demikian, dia tidak bisa memastikan impor barang modal bisa naik seiring pembangunan yang dilakukan pemerintah. Pemenuhan kebutuhan industri bisa saja dipenuhi dari industri bahan baku dan barang modal di dalam negeri.
"Tapi tergantung juga dengan harganya. Kalau di luar negeri lebih murah, pasti akan tetap impor. Karena di Juli kemarin, penurunan nilai impor juga terjadi selain karena volume yang berkurang, harga juga turun sampai 13%. Kalau impor barang konsumsi mungkin akan stagnan di bulan ini dan ke depannya," imbuh dia. (X-11)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved