Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
SUDAH biasa jika perombakan kabinet pemerintah acap diikuti perubahan kebijakan di lembaga/kementerian yang bersangkutan. Yang mungkin kurang biasa ialah ketika reshuffle kabinet diikuti dengan perombakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) secara besar-besaran.
Kondisi itu yang sekarang sedang terjadi. Perombakan Kabinet Kerja Jilid II pada Juli lalu tengah dibuntuti pemangkasan anggaran belanja jilid II yang cukup masif.
Jika pemotongan belanja jilid I, seperti kemudian ditetapkan dalam APBN-Perubahan 2016 hanya sekitar Rp13 triliun, kini Sri Mulyani yang menggantikan menteri keuangan sebelumnya, Bambang Brodjonegoro, mengincar pemotongan belanja hingga Rp133 triliun.
Jumlah itu terdiri atas pemotongan belanja kementerian/lembaga Rp65 triliun serta belanja transfer ke daerah Rp68,8 triliun. Pemotongan dijanjikan sebatas belanja nonprioritas yang selama ini tidak terserap dengan baik.
Sekilas, rencana pemerintah itu seolah menebar ketidakpastian akan kebijakan anggaran. Pencukuran belanja dalam jumlah masif bukan tidak mungkin mengusik target pertumbuhan ekonomi yang dirancang pada 5,2%. Inkonsistensi merupakan hal yang biasanya tidak disukai investor atau pelaku pasar.
Namun, tentunya eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu bukan asal cuap ketika melontarkan rencana tersebut.
Sebenarnya, sudah bertahun-tahun kredibilitas APBN Indonesia meragukan. Contoh paling sederhana ialah penerimaan perpajakan yang acap meleset dari target. Kalau lebih tinggi, ya sudah pasti bagus. Sayangnya, realisasi penerimaan perpajakan hampir selalu kurang dari target.
Target perpajakan sebagai pilar penerimaan negara memang acap disasar tinggi demi mengompensasi angka pertumbuhan ekonomi.
Target yang lantas meleset pada akhirnya seolah dimafhumi sebagai kondisi yang biasa terjadi. Kredibilitas anggaran menjadi tidak bermakna.
Mungkin hal itu yang tidak ingin diulangi Sri Mulyani. “Berdasarkan kalkulasi penerimaan pajak tahun ini, diperkirakan kurang dari Rp219 triliun dari target Rp1.539,2 triliun. Karenanya, langkah pemangkasan sulit dielakkan,” kata Menkeu seusai sidang kabinet di Istana Negara, baru-baru ini.
Dalam APBN-P 2016, target perpajakan--termasuk bea dan cukai--dipatok Rp1.539,2 triliun dan Rp1.343 triliun-nya dari pajak. Ketimbang realisasi penerimaan pajak pada 2015, Rp1.055,6 triliun, target yang menyandarkan perolehannya kepada program amnesti pajak itu mensyaratkan pertumbuhan sekitar 27%. Cukup fantastis dengan mengingat kondisi perekonomian yang baru mulai berbalik pulih.
Di sisi lain, belanja terus melaju meski bukan pada belanja modal. Alhasil, defisit semester I lalu sudah sampai level 1,83%. Batas untuk tahun ini ialah 2,35%, sementara batas yang diperkenankan undang-undang ialah 3%. Karena itu, bertambah satu lagi alasan kenapa belanja negara mesti kembali diutak-atik, kecuali jika pemerintah ingin menambah utang. Dua-duanya, yang pasti, bukan pilihan menyenangkan.
Inpres
Terlepas dari pro-kontra yang menyertai rencana pemangkasan belanja itu, pemerintah kini sibuk menyisir pos-pos mana saja yang akan dieliminasi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan program prioritas tidak akan disentuh dalam pemangkasan tersebut. Namun, anggaran yang tumpang-tindih antarkementerian dan dengan daerah akan dibabat.
Darmin menyebut dana tumpang-tindih yang dalam APBN-P 2016 mencapai triliunan rupiah. Salah satunya anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang terjadi tumpang-tindih dengan dana alokasi khusus (DAK) sampai Rp1,4 triliun.
“Duplikasi antara kementerian dan lembaga (K/L), kementerian dengan daerah lewat DAK ternyata ada. Ada anggaran yang tadinya di kementerian, lalu diusulkan untuk dilaksanakan di daerah, tapi kemudian tetap minta pusatnya. Kalau begitu janganlah,” ucap Darmin di kantornya, Jakarta, medio Agustus.
Data dari Kemenko Perekonomian, jumlah pemangkasan biaya perjalanan dinas, rapat, dan consinering minimal Rp6,5 triliun. Sementara itu, efisiensi belanja operasional minimal Rp8,3 triliun.
Darmin pun menyebut penghematan lelang akan terjadi di tubuh anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp2,1 triliun. Selain itu, Kementerian Kesehatan juga menghemat lelang sebesar Rp875 miliar.
Namun, eks Gubernur Bank Indonesia itu menjanjikan belanja untuk program bantuan sosial (bansos) tidak akan disentuh. “KIP, KIS, BPJS, dan PKH tidak akan dikurangi. Penghematan ini tidak akan mengganggu aktivitas perekonomian,” imbuh Darmin.
Kebijakan pemangkasan belanja jilid II itu rencananya akan dipayungi instruksi presiden. Undang-Undang APBN-P 2016 sendiri memungkinkan adanya penyesuaian postur anggaran jika ada indikasi kurangnya penerimaan negara.
“Tidak perlu melalui mekanisme DPR. UU itu dibahas bersama dengan DPR. Kesepakatannya itu ada kewenangan yang diberikan melalui UU kepada pemerintah untuk menyesuaikan apabila target penerimaan tidak terpenuhi,” ujar Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional Arif Budimanta.
Mudah-mudahan saja parlemen sependapat karena tinggal ada empat bulan lagi untuk mengembalikan kredibilitas anggaran kita. (Jes/Dro/Ant/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved