Menyongsong Kedaulatan Energi

Tesa Oktiana Surbakti
16/8/2016 07:57
Menyongsong Kedaulatan Energi
(Antara/Wahyu Putro A)

SEPERTI halnya kemerdekaan, kedaulatan energi tak mungkin diraih tanpa perjuangan. Keniscayaan tersebut dituangkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam empat pilar strategi, yakni eksplorasi, produksi, diversifikasi, dan konservasi.

Energi erat dikatakan sebagai tulang punggung ketahanan nasional lantaran bersifat strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak. Indonesia dianugerahi sumber daya alam melimpah, baik energi fosil maupun energi baru terbarukan (EBT). Namun, pada kenyataannya ketahanan energi nasional masih rapuh.

Mengupas dari sektor minyak dan gas bumi (migas). Dulu, pemerintah mengandalkan migas sebagai sumber pemasukan strategis dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Kini, jangan terlalu berharap. Data Kementerian ESDM menunjukkan cadangan terbukti minyak sepanjang semester I hanya 2.933 juta stok tank barel (mmstb) atau terendah sejak 2000 yang mencapai 5.088 mmstb. Penyebabnya kegiatan eksplorasi terus menurun dari tahun ke tahun seiring dengan merosotnya harga minyak dunia.

Apabila laju eksplorasi tertahan, cadangan minyak nasional akan terancam. Setidaknya, Indonesia harus menemukan lapangan baru dengan skala cadangan setara Blok Cepu.

“Selama ini fondasi yang dibuat kurang menyasar pada akar masalah di hulu migas. Tanpa ada terobosan berarti, dalam beberapa tahun ke depan, lifting kita hanya tinggal separuh. Situasi hulu migas sudah darurat,” cetus pengamat energi dari Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto.

Dalam catatan Satuan Kerja Khusus Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), lifting minyak pada semester I 2016 sebesar 817,9 ribu barel per hari (bph), sementara lifting gas pada periode serupa tercatat 6.601,5 mmscfd.

Strategi
Demi menghindari krisis energi, pemerintah sebenarnya telah membuat strategi untuk meningkatkan eksplorasi migas secara agresif. Sejumlah insentif disiapkan agar iklim investasi membaik dan lebih ekonomis. Sejurus, lelang wilayah kerja (WK) migas terus digulirkan, termasuk di wilayah perairan Natuna.

Paket insentif yang tengah diracik juga digadang dapat menjadi angin segar bagi investor migas, menyangkut perpanjangan waktu eksplorasi, simplifikasi akses data, hingga jenis skema bagi hasil (split) yang lebih fleksibel.

Di lain sisi, dalam rangka meningkatkan cadangan minyak, implementasi metode enhanced oil recovery (EOR) pada sumur minyak semestinya dioptimalkan.

BUMN energi yang mendapat amanat menjamin ketersediaan energi migas, PT Pertamina (persero), juga tengah gencar membidik ekspansi ladang migas di luar negeri. Teranyar, langkah Pertamina kian dekat menggarap ladang minyak raksasa di Iran dengan cadangan lebih dari 5 miliar barel.

Pun, pemerintah telah membuat peta jalan pengembangan kilang minyak di Tanah Air demi menekan ketergantungan impor. Tercatat sampai saat ini Indonesia memiliki 10 kilang minyak, baik yang dikelola Pertamina maupun swasta, dengan total kapasitas 1,156 juta bph.

Tidak sampai di situ, reformasi energi tecermin dalam rencana pembangunan cadangan penyangga energi (CPE) yang akan direali­sasikan tahun ini. Pemerintah masih merumuskan payung hukum CPE yang anggarannya ditetapkan Rp800 miliar dalam APBN-P 2016.

“Di hilir, banyak upaya yang sudah mengarah pada kedaulatan energi. Seperti pengalihan subsidi untuk program strategis ketahanan energi lainnya, lalu pembangunan infrastruktur. Road map-nya jelas,” imbuh Pri.

Di samping meningkatkan lifting dan produksi migas, pemerintah menaruh prioritas pembangunan infrastruktur migas. Misalnya, memperkuat jaringan pipa gas untuk menunjang proses transmisi dan distribusi gas bumi agar serapan domestik meningkat.

Realisasi janji
Berbicara energi, tentu sorotan tidak hanya mengarah ke ­sektor migas. Ada sektor lain seperti kelistrikan dengan urgensi sama. Pemerintah telah berkukuh menjalan­kan megaproyek 35 ribu megawatt (Mw), membangun transmisi dan gardu induk, sebagai jalan keluar mengatasi defisit listrik, sekaligus mencapai target rasio elektrifikasi 97% di 2019.

Untuk mengakselerasi kelistrik­an di perdesaan atau wilayah terpencil yang belum banyak tersentuh PT PLN atau independent power producer (IPP), pemerintah membuat terobosan lewat Program Indonesia Terang. Sasarannya menerangi 12.659 desa atau setara 3.500 megawatt (Mw).

“Secara program, 35 ribu Mw atau PIT sudah suatu keharusan. Sekarang tinggal implementasi karena infrastruktur listrik harus dibangun cepat mengingat kebutuhan terus meningkat,” tegas Pri.

Lantas, bagaimana kondisi sektor mineral dan batu bara (minerba)? Kementerian ESDM menyatakan komitmen menata industri pertambangan minerba, seperti evaluasi izin usaha pertambangan (IUP) untuk mendapatkan status clean and clear yang turut melibatkan pemerintah daerah. Bukan lagi rahasia bila industri pertambangan di Tanah Air masih diwarnai praktik pertambangan liar atau bahkan menyalahi aspek sosial dan lingkungan.

Kementerian ESDM dalam hal ini berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membenahi sektor minerba. “Penataan IUP kemudian peralihan kewenangan perizinan, itu semua harus diselesaikan. Harus ada evaluasi besar-besaran, artinya penataan pertambangan dilakukan secara sistematis,” kata pengamat hukum sumber daya alam dari Universitas Tarumanagara Ahmad Redi.

Di sisi penghiliran pertambang­an, ia pun menilai pemerintah harus konsisten menjalankan kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah untuk memajukan industri pengolahan mineral (smelter).

Sebelumnya, Menteri Energi Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar mengatakan Presiden Joko Widodo berpesan kepada dirinya agar Indonesia dapat mencapai kedaulatan energi dalam waktu tidak terlalu lama.

“Kedaulatan energi itu berkaitan dengan bagaimana dalam saat krisis tetap mampu menjaga kebutuhan energinya,” kata Candra, sapaan akrabnya.

Ia menjanjikan dalam beberapa tahun ke depan, pemerintah akan menambah pasokan energi untuk mencapai kedaulatan energi sesuai program Nawa Cita.

Bila dirunut dari tataran konsep atau peta jalan berikut kebijakan, tampaknya pemerintah sudah menancapkan fondasi yang mapan dalam hal reformasi energi. Jadi, yang ditunggu saat ini ialah reali­sasi, bukan lagi janji atau sekadar ucapan ‘sedang dibahas’. (BU/Ant/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya