Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
UNTUK menjaga habitat harimau, terutama harimau Sumatera yang jumlahnya semakin berkurang, dibutuhkan pengelolaan hutan yang bertanggung jawab pada produk-produk berbasis kayu yang berasal dari hutan. Pengelolaan hutan yang baik mencakupi tiga aspek yaitu dimana sosial, lingkungan dan ekonomi berada dalam posisi yang seimbang.
Ketika perusahaan menerapkan pengelolaan hutan yang bertanggung jawab maka masyarakat akan merasakan dampak positif, terutama dalam hal perbaikan lingkungan. Namun secara ekonomi terus berkelanjutan. Demikian disampaikan Nur Maliki Arifiandi, Gftn and Trade Networking Coordinator WWF.
"Ketika adanya pengelolaan hutan yang baik, habitat harimau terjaga sehingga mereka bisa hidup dengan layak. Makanan mereka terjaga sehingga diharapkan mereka dapat berkembang," ungkapnya, Minggu (7/8).
Melalui survei yang dilakukan, diketahui sebanyak satu per tiga masyarakat Jakarta belum memiliki kepedulian terhadap konsumsi kertas dan tisu.
Pasalnya, Program Officer FSC Indonesia Indra Setia Dewi menerangkan bahwa pembentukan Fsc guna mendorong pengelolaan hutan yang bertanggung jawab melalui ekolabel. Produk-produk berlabel tersebut menandakan bahwa produksi terhadap produk tersebut telah menerapkan kaidah-kaidah lingkungan yang diakui secara internasional.
Indra mengungkapkan, saat ini terdapat 2,7 juta hektar hutan alam dan hutan rakyat di Indonesia yang telah memperoleh sertifikat Fsc. Jika dilihat dari segi presentase, baru sekitar 10% dari total luas hutan di Indonesia. Namun dalam sektor industri, pengelolaan hasil hutan berserifikast Fsc baru sekitar 300 industri.
"Artinya 300 industri tersebut menggunakan bahan baku dari hutan yang bersertifikat Fsc. Namun memang lebih banyak yang diperoleh dari impor, hutan-hutan impor karen keterbatasan dari hutan berserifikat Fsc di Indonesia," ungkapnya.
Produk-produk yang telah mengantongi sertifikat Fsc diantaranya meliputi tisu, kertas, kemasan minuman seperi teh, susu dan jus, pensil warna, dan furnitur. Belum banyaknya industri yang bersertifikat Fsc, ungkapnya, disebabkan oleh masih kurangnya kesadaran untuk menerapkan prinsip-prinsip lingkungan.
Penerapan sertifikasi tersebut di industri masih sebatas ketika konsumen meminta para produsen untuk menghasilkan produk ekolabel. Karena itu, pihaknya terus mendorong konsumen agar melakukan permintaa kepada produsen terhadap produk ramah lingkungan dan melindungi hutan.
Ada pun ke-10 prinsip Fsc yang harus dapat dipenuhi oleh perusahaan guna mendapatkan sertifikasi Fsc, diantaranya ialah mematuhi kebijakan nasional maupun internasional yang berlaku terutama mengenai pengelolaan hutan, mematuhi batas-batas penggunaan lahan untuk menghindari tumpang tindih antara kawasan lindung dengan kawasan produksi, wajib menghormati hak-hak masyarakat adat, meminimalisir dampak lingkungan, memelihara kawasan dengan nilai konservasi tinggi, dan lainnya.
"Untuk menghasilkan produk Fsc itu akan sulit ketika pasarnya tidak ada, bahwa kedua belah pihak harus terus diedukasi. Konsumen harus minta dan produsen harus siap untuk menyediakan," pungkas Nur. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved