Amnesti Pajak, Perang Perebutan Likuiditas dengan Singapura

Nuriman Jayabuana
23/7/2016 21:12
Amnesti Pajak, Perang Perebutan Likuiditas dengan Singapura
(Dok MI/GINO F. HADI)

AMNESTI pajak bertujuan untuk memperluas basis pajak sekaligus merepatriasi aset pribumi yang selama ini 'parkir' di luar negeri. Harapannya, aset yang terepatriasi mampu menggerakan investasi di dalam negeri.

Hanya saja, perbankan Singapura yang menempatkan aset warga negara Indonesia (WNI) melakukan berbagai cara untuk meredam pengalihan aset ke Indonesia. Sebab, mereka juga punya kepentingan untuk mempertahankan likuiditas tetap berada di dalam sistem keuangan mereka.

"Konglomerat kita yang menjadi penentu likuiditas di perbankan sana," ujar pengamat ekonomi Yanuar Rizky di Jakarta, Sabtu (23/7).

Menurutnya, bukan tidak mungkin perbankan Singapura akhirnya menyodorkan berbagai fasilitas kepada konglomerat pemilik aset untuk mencegah repatriasi. Berbagai kemudahan yang diberikan mulai dari menanggung tarif deklarasi di Indonesia dan juga menyepakati pemberlakuan tingkat suku bunga level tertentu. Semua itu dilakukan supaya dana tetap bertahan dan sektor keuangan Singapura tidak terguncang.

"Oke lah misalnya back to back, tapi dana tetap di bank itu, semua cost ditanggung, suku bunga dikasih sekian persen,” ujar Yanuar.

Bagi perbankan Singapura, opsi deklarasi itu sebenarnya celah peluang untuk menahan repatriasi. Sementara, opsi yang sama menjadi peningkat posisi tawar bagi konglomerat Indonesia untuk memainkan ‘game theory’.

"Mereka yang besaran asetnya sangat menentukan likuiditas perbankan asing, maka juga akan mulai menghitung mana yang lebih menguntungkan," ujar dia.

Ia menyarankan pemerintah memastikan kesiapan sekuritisasi untuk repatriasi aset. "Karena, kelihatan sekali kalau untuk repatriasi aset itu sekuritisasinya tidak siap. Jadi, misalnya kalau yang repatriasi mau masuk ke SUN (Surat Utang Negara) itu yang mana sih, dan kalau mau insentif penambahan modal rights issue yang seperti apa sih, yang begini belum siap. Padahal, kunci bagi repatriasi adalah sekuritisasinya harus siap," ujar dia.

Pengamat ekonomi lain, Raden Pardede, berpendapat, sangat jelas perbankan Singapura memegang kepentingan untuk menahan laju repatriasi. Ia memperkirakan jumlah aset konglomerat Indonesia di sektor keuangan Singapura dalam takaran yang begitu masif.

Menurut dia, arus repatriasi aset juga bakal masuk secara perlahan ke Indonesia. "Perbankan di sana punya kepentingan untuk menjaga likuiditas yang jumlahnya besar sekali, yang kalau itu ke luar semua bisa terjadi rush di sana. Dan bisa saja membobol sistem keuangan Singapura," ujar Raden.

Bagi Raden, perlu untuk disodorkan berbagai kemudahan dan pilihan investasi dalam opsi repatriasi. Tujuannya supaya meningkatkan keyakinan pemilik aset di luar negeri melakukan repatriasi ketimbang sekadar mendeklarasikan aset.

"Intinya kita perlu buat repatriasi semenarik mungkin. Apakah itu dari instrumen keuangan maupun proyek-proyek yang return-nya lebih menarik. Kalau tetap di sana ternyata lebih menarik ya kita mau bagaimana," ujar dia.

Sementara itu, Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit mengungkapkan pengampunan pajak perlu memang perlu didesain senyaman mungkin agar mampu menjamin tingginya tingkat partisipasi. Sebab, ia menilai Indonesia memiliki urgensi meningkatkan arus investasi untuk pembangunan dari amnesti pajak. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya