Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Pemerintah Fokus Perkuat Ekonomi Domestik

M. Ilham Ramadhan Avisena
19/10/2022 13:17
Pemerintah Fokus Perkuat Ekonomi Domestik
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati(Brendan Smialowski / AFP)

MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, fokus utama kebijakan fiskal ke depan diarhkan untuk memperkuat ekonomi domestik, utamanya dengan menjaga konsumsi rumah tangga. Ini karena gejolak perekonomian dunia yang mengarah pada perlambatan, bahkan berpotensi mengalami resesi.

"Domestik demand itu harus kita jaga. Belanja pemerintah akan selektif, karena kita harus menjaga risiko kenaikan suku bunga dan penguatan dolar Amerika Serikat," ujarnya dalam Seminar Nasional bertajuk Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan secara daring, Rabu (19/10).

Potensi risiko kenaikan suku bunga dan penguatan dolar AS itu telah memicu kenaikan biaya hidup (cost of living) yang tergambar dari lonjakan inflasi dunia. Karenanya, salah satu upaya untuk menangkal rembesan dinamika global itu pemerintah dan otoritas terkait juga berusaha mengendalikan tingkat inflasi di dalam negeri.

Ekonomi Indonesia sejauh ini sebetulnya masih dalam kondisi yang cukup baik dan terbilang berdaya tahan. Itu karena porsi pertumbuhan didominasi oleh konsumsi rumah tangga, berkisar 50%-57% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dengan kata lain, dampak perlemahan ekonomi dunia tidak akan terasa begitu signifikan terhadap kondisi domestik. Untuk itu, menjaga perekonomian domestik menjadi penting. Terlebih berbagai indikator berada di level positif yang dapat menjadi modal geliat ekonomi ke depan.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), misalnya, masih berada di level 117,2 pada September 2022. Angka tersebutlebih rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat 124,7, namun itu masih menggambarkan optimistis karena berada di atas 100.

"IKK juga masih relatif masih kuat, meski ktia kemarin melakukan keknaikan harga BBM sebesar 30%. Sampai September itu pos kenaikan masih terjadi di konsumsi," jelas Sri Mulyani.

Baca juga: Jokowi Optimistis Tahun Depan Ekonomi Indonesia tetap Terang

Indikator lain yang menggambarkan kuatnya ekonomi domestik juga tercermin dari aktivitas industri pengolahan dalam negeri yang menguat. Itu salah satunya dapat dilihat melalui level Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia yang berada di level 53,7 pada September 2022, naik dari bulan sebelumnya yakni 51,7.

Itu berarti para pelaku industri pengolahan Tanah Air masih menatap optimis terhadap perekonomian nasional ke depan dan siap untuk berekspansi. Hal ini menurut Sri Mulyani perlu untuk dipertahankan agar bisa menjaga perekonomian dalam negeri dari guncangan eksternal.

"Ini berarti supplai dan konsumsi bergerak sejalan, ini bisa diandalkan agar inflasi tidak meningkat. APBN akan terus kita jaga untuk bisa menjaga demand dan supply. Kerja sama antara fiskal, moneter, dan sektor keuangan juga akan terus diperkuat," jelas dia.

Di kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo juga menekankan pentingnya sinergi kebijakan antara fiskal, moneter, dan sektor keuangan dalam menjaga ekonomi domestik dari guncangan global.

Salah satu perwujudan sinergi kebijakan itu dilakukan melalui koordinasi yang kuat dalam pengendalian inflasi melalui Tim Pengendali Inflasi Pusat/Daerah (TPIP/D) dan Gerakan Nasional Pengendali Inflasi Pangan (GNPIP).

"BI terus mendorong dan memperkuat GNPIP, sehingga harga pangan dan angkutan tidak setinggi yang diperkirakan, di mana pada awalnya kami perkirakan akan naik menjadi 6,6%-6,7% di akhir tahun nanti, namun dengan koordinasi yang kuat, itubisa lebih rendah menjadi 6,3%," ungkap Perry.

"Sedangkan inflasi inti yang menunjukkan kekuatan permintaan dan penawaran akan lebih rendah, kami perkirakan akan lebih rendah dari semula 4,6%, menjadi 4,3% dan kemudian akan menurun. Kami bersama pemerintah meyakini inflasi mulai triwulan III tahun depan akan rendah dan masuk ke target sasaran," sambungnya.

Sementara itu, ekonom senior Chatib Basri menyampaikan, Indonesia sebetulnya diuntungkan dengan minimnya ketergantungan terhadap global. Sebab, saat dunia mengalami kejatuhan ekonomi, Indonesia masih dapat bertahan lantaran besarnya kontrubusi domestik.

"Ketergantungan kita terhadap luar itu relatif kecil. Apa itu rencana kita? tidak juga. Tapi justru itu juga kita beruntung karena dampak resesi global akan terbatas," tuturnya.

Namun di lain sisi, hal tersebut juga akan tidak terlalu menguntungkan ketika ekonomi dunia mulai pulih. Minimnya integrasi ekonomi nasional terhadap global akan membuat level Indonesia stagnan. Itu terlihat dari tren pertumbuhan ekonomi yang selalu berada di kisaran 5%.

Karenanya dia mendorong agar sumber pertumbuhan ekonomi dalam negeri tak hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga semata. Sumber-sumber lain juga perlu digali dan dimanfaatkan potensinya. Komponen investasi dinilai paling potensial.

Apalagi pemerintah juga telah memiliki Undang Undang 11/2020 tentang Cipta Kerja yang secara garis besar bertujuan untuk menarik minat penanam modal berinvestasi ke Indonesia. Dengan masuknya investasi, kata Chatib, maka potensi untuk menciptakan diversifikasi suplai menjadi terbuka lebar.

"Harus ada diversifikasi. Pembelajaran dari pandemi adalah kita tidak boleh menggantungkan supply chain dari satu negara. Jadi yang harus dilakukan ada diversifikasi. Ini ada implikasi positif pada kita," terangnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya