Mengatasi Dampak Urbanisasi

Andhika Prasetyo
15/6/2016 06:55
Mengatasi Dampak Urbanisasi
(ANTARA/APRILLIO AKBAR)

KEHIDUPAN perkotaan merupakan hal yang sangat fundamental bagi sebuah negara, tidak terkecuali Indonesia. Dengan kota-kota besar yang tumbuh rata-rata 4,1% per tahun, Indonesia kini tengah berubah menjadi negara dengan status ekonomi perkotaan.

Namun, keberadaan perkotaan juga memunculkan dampak, yakni munculnya urbanisasi. Di Indonesia, angka perpindahan penduduk dari desa ke kota terus meningkat dari tahun ke tahun seiring pesatnya kemajuan ekonomi. Badan Pusat Statistik memperkirakan tingkat urbanisasi nasional mencapai 66,7% pada 2035.

Penelitian yang dilakukan Bank Dunia mengungkapkan bahwa sekitar 52% dari penduduk Indonesia kini menghuni wilayah perkotaan dan pada 2025 nanti, lembaga keuangan internasional itu memprediksi akan ada 68% penduduk Tanah Air yang tinggal di perkotaan.

Kecepatan laju urbanisasi memunculkan tantangan bagi perkembangan perkotaan, terutama dalam hal penyediaan permukim­an yang berkelanjutan dengan infrastruktur layak. Urbanisasi juga menuntut pengaturan permukiman di perkotaan agar tidak memunculkan kawasan-kawasan kumuh.
Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman pada Ditjen Cipta Karya Kementerian PU-Pera Rina Farida mengatakan tantangan di depan mata semakin jelas, pemerintah harus mengelola kawasan berpotensi kumuh itu dengan kebijakan yang tepat serta program yang terukur.

Apabila tidak ada upaya penanganan yang serius, kawasan kumuh di atas tanah legal (slum area) atau di atas tanah ilegal (squatter), akan terus berkembang luas.

“Perencanaan kawasan perkotaan harus bersifat komprehensif dan tidak reaktif agar tak hanya mampu menjawab masalah masa kini, tapi juga mengantisipasi permasalahan yang akan dihadapi generasi berikutnya,” ujar Rina di kantornya, kemarin.

Terkait dengan penataan kota, Ditjen Cipta Karya Kementerian PU-Pera sudah mencanangkan program 100-0-100, yakni program pengembangan permukiman berkelanjutan yang ditargetkan mampu menyediakan 100% akses air minum, mengurangi kawasan kumuh hingga 0%, dan 100% akses sanitasi.

Rina menerangkan Ditjen Cipta Karya telah mengidentifikasi kebutuhan pendanaan untuk mencapai target 100-0-100 sekitar Rp171 triliun. Dana yang berasal dari APBN diharapkan sebesar Rp22,4 triliun, sedangkan sisanya dari pinjaman luar negeri, sha­ring APBD, dan swadaya masyarakat.


Dukungan Bank Dunia

Bank Dunia dan pemerintah Swiss menyatakan siap menggelontorkan dana sebesar US$13,4 juta untuk mendukung upaya pengelolaan perkotaan Tanah Air. Mereka menilai pemerintah Indonesia punya ambisi besar mengatasi wilayah urban.

“Sekarang Indonesia hanya menikmati sebagian kecil dari potensi manfaat kota, padahal di sana bisa dijadikan pusat inovasi perubahan dan pertumbuhan tinggi,” ucap Country Director World Bank Rodrigo Chavez.

Dengan hibah tersebut, paparnya, kota-kota di Indonesia dapat memperoleh infrastruktur seperti air bersih, sanitasi, dan transportasi umum yang otomatis akan mempercepat pertumbuhan dan mengangkat ekonomi jutaan orang di Tanah Air.

Duta Besar Swiss untuk Indonesia Yvonne Baumann mengatakan pihaknya selalu mendukung upaya Indonesia membangun urbanisasi berkelanjutan yang mengedepankan faktor ekonomi sosial dan perlin­dungan lingkungan. “Ini akan memperkuat sinergi dan kapasitas seluruh lembaga dalam memperbaiki taraf hidup daerah perkotaan,” ucap Baumann. (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya