Belanja APBN Potensial Terpotong Rp250 Triliun

Nuriman Jayabuana
09/6/2016 11:45
Belanja APBN Potensial Terpotong Rp250 Triliun
(Ilustrasi)

PEMOTONGAN anggaran belanja negara tahun ini berpotensi lebih besar dari Rp50 triliun jika rencana pemberlakuan pengampunan pajak (tax amnesty) kandas.

"Tanpa penerimaan dari tax amnesty, pemotongan belanja bisa jadi sekitar Rp250 triliun. Tentunya itu akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi secara langsung," ujar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, kemarin.

Sebelumnya, pemerintah telah mengusulkan pemangkasan belanja sekitar Rp50 triliun dalam RAPBN-P 2016. Pemotongan itu dengan memperhitungkan pelebaran desifit ke 2,48% dan implementasi tax amnesty. Menurut Bambang, setidaknya penerimaan Rp165 triliun dapat diamankan jika tax amnesty berlaku. Ekspektasi itu didapat dari asumsi tarif tebus 2% untuk repatriasi dan 4% untuk deklarasi pajak.

Ia mengklaim, dari data yang dipegang pemerintah, setidaknya ada Rp4.000 triliun mengantre untuk mengikuti deklarasi pajak tanpa repatriasi ke dalam negeri. "Dengan Rp4.000 triliun itu, kalau dikalikan 4% karena deklarasi, akan didapat Rp165 triliun. Tapi bisa saya pastikan ini merupakan data primer, yang artinya data mentah."

Perihal pemangkasan belanja, Menkeu mengemukakan ada dua sasaran. Pertama, belanja operasional yang tidak mendesak seperti perjalanan dinas, rapat kerja di luar kantor, seminar, honorarium, sisa lelang dan kontrak, juga belanja jasa seperti pembuatan iklan dan promosi dengan spanduk. "Biasanya Kementerian PU punya keahlian menghemat bujet sisa lelang dan kontrak. Juga ada kementerian sering buat iklan atau promosi, itu kita minta dihemat."

Sasaran lain ialah belanja nonoperasional bukan prioritas seperti pembagian alat pertanian. Lalu ada juga moratorium pembangunan gedung kantor.

Lebih lanjut, penghematan itu mencakup antara lain penyesuaian bujet pendidikan Rp9,4 triliun dengan tetap mematuhi ketentuan porsi 20% dari belanja. Namun, disiapkan pula tambahan belanja mendesak Rp5,8 triliun bagi beberapa K/L. Kementerian Pertahanan, umpama, mendapat Rp1,3 triliun untuk pengadaan satelit.
Dalam kesempatan terpisah, Dirjen Anggaran Askolani mengatakan belum ada pembicaraan mendalam soal rencana pemangkasan di luar yang sudah diusulkan.
"Itu baru prediksi awal. Nanti kita lihat perkembang­annya."

Mesti memilih
Ekonom UI Fithra Faisal Hastiadi menilai pemerintah terlalu cepat memutuskan untuk mencukur anggaran. "Rasionalisasi anggaran memang perlu, apalagi anggaran infrastruktur idealnya 30% dari APBN. Tapi ini masih kuartal II, mestinya wait and see dulu," kata dia.

Menurutnya, pemerintah terlalu mengandalkan penerimaan dari tax amnesty. Meski ada potensi penerimaan besar bagi negara, itu masih tidak pasti. Ia pun menegaskan, pemerintah mesti memilih, apakah mengejar target pertumbuhan ekonomi atau merasionalisasi anggaran. Menurutnya, keduanya tidak bisa dicapai bersamaan.

Kemarin, rapat Panja Badan Anggaran DPR dan pemerintah memutuskan target pertumbuhan ekonomi 5,2% RAPBN-P 2016. Target itu naik dari 5,1% yang disepakati pemerintah dan Komisi XI pada Selasa (7/6).

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menilai asumsi 5,1% realistis. Walakin, target 5,2% pun ia rasa bisa dicapai asal ada akselerasi belanja modal seperti pada triwulan I. "Tentunya penerimaan negara harus mencukupi agar realisasi belanja modal berlanjut." (Jes/Arv/Ant/E-2)

nuriman@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya