APBNP 2016 Dianggap Terlalu Optimistis

Nuriman Jayabuana
06/6/2016 17:38
APBNP 2016 Dianggap Terlalu Optimistis
(Antara/M Agung Rajasa)

SELURUH fraksi di parlemen mempertanyakan asumsi makro yang diajukan pemerintah di dalam APBNP 2016. Parlemen menganggap target yang ditetapkan pemerintah terlalu optimistis dan menginginkan asumsi makro yang lebih realistis.

Pemerintah bersama parlemen melanjutkan pembahasan APBN-Perubahan di tingkat komisi XI. Sejumlah fraksi menyampaikan pemerintah telah memasang angka begitu optimistis sejak pembahasan APBN 2016.

“Nah, sekarang pada APBNP nyatanya juga masih dibuat telalu optimistis lagi ,”ujar Anggota Komisi XI Kardaya Warnika dari Fraksi Gerindra dalam rapat kerja Komisi XI bersama Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Menteri PPN, dan Kepala BPS di DPR, Jakarta, Senin (6/6).

Pada RAPBNP 2016, pemerintah mempertahankan sejumlah target asumsi makro. Beberapa target yang dipertahankan merupakan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, suku bunga SBN 5,5 persen, dan target lifting gas. Berbagai indikator yang diusulkan mengalami pengubahan antara lain laju inflasi menjadi 4 persen, kurs Rupiah menjadi Rp 13.500 per dolar AS, harga minyak mentah menjadi 35 dolar AS per barel, serta target lifting minyak menjadi 810 ribu barel per hari.

Menurut Kardaya, proyeksi pertumbuhan ekonomi pemerintah perlu didesain lebih realistis. Sebab, berdasar uraian pemerintah, konsumsi masyarakat masih dijadikan sebagai faktor pendorong pertumbuhan yang utama.

“Padahal konsumsi yang menjadi andalan pendorong oertumbuhan tersebut trennya sudah mulai menurun pada kuartal pertama 2016. Artinya, itu terlalu optimistis dan itu yang perlu diwaspadai,” ujar dia. Selain itu, berbagai pengaruh tekanan global juga masih dapat mengkoreksi pergerakan kurs lebih lemah dari asumsi nilai tukar di dalam APBN.

Anggota Fraksi Golkar Muhammad Sarmuji khawatir asumsi pertumbuhan 2016 di dalam APBNP masih terlalu jauh dari realitas. “Saya khawatir setelah APBNP disetujui, realisasinya masih akan jauh dari realitas, dan bisa saya bilang 5,3 persen itu overestimated. Kalau realisasinya pertumbuhan itu bisa tercapai, pak menteri keuangan layak saya traktir makan siang,” ujar Sarmuji.

Anggota Fraksi Hanura Nurdin Tampubolon menyarankan pemerintah memperkuat peran Bappenas. Tujuannya agar setiap perencanaan program dapat terfokus secara jangka panjang.

“Ya kenapa pemerintah ga buat aja perencanaan yang sifatnya multityears. Semu program itu tetap sesuai dengan RPJMN, ya ga apa apa program bisa carry over ke tahun berikutnya tapi yang penting bisa terus melihat progress yang dijalankan,” ujar Nurdin.

Terlebih ia juga menyoroti kecenderungan pelebaran defisit anggaran yang kerap terjadi pada pembahasan APBN-Perubahan. “Setiap tahun kita selalu ada budget defisit yang diperlebar. Nah ini mau sampai kapan kayak begini? Perlu dipersoalkan bagaimana menjaga stabilitas dalam jangka panjang,” ujar dia.

Anggota Fraksi PDI-P Andreas Eddy Susetyo mengumpamakan, keinginan pemerintah untuk mendorong konsumsi sebagai pendorong utama pertumbuhan tidak sejalan dengan kebijakan yang diterapkan. Salah satunya terkait kebijakan pemerintah untuk mengintip data setiap transaksi kartu kredit. ”Memang Ditjen Pajak meminta data transaksi kartu kredit ga menyalahi hukum. Tapi apakah waktunya tepat karena malah terbukti mengeram pembelanjaan,” ujar dia.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengungkapkan pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk mencapai target yang disepakati bersama DPR.

“Bahwa ada resiko dapet atau ga dapet, kurang atau lebih, kita mengerti ada resiko seperti itu. Tapi itu semua bergantung dari cara pandang kita, target harus optimis tapi juga tetap realistis,” ujar Suahasil.

Menurutnya pertumbuhan begitu optimistis merancang target pertumnbuhan 5,3 persen yang juga sejalan dengan estimasi berbagai proyeksi lembaga multilateral. “Pemerintah juga buka angka dari World Bank kan yang perkirakan 5,1 persen dan ADB 5,2 persen. Nanti kesepakatannya berapa, itu nanti kesepakatan pemerintah dengan DPR, tapi keyakinan pemerintah 5,3 persen,” ujar Suahasil.

Pengampunan Pajak Dipertanyakan

Di samping itu, parlemen juga mempertanyakan alasan pemerintah yang begitu saja memasukan estimasi penerimaan pengampunan pajak sebesar Rp 165 triliun di dalam RAPBN-P. Padahal, pembahasan aturan pengampunan pajak juga belum menemui titik akhir.

“Ini yang membuat saya agak sensitif, di dalam rancangan APBN-P 2016 pemerintah sudah masukan estimasi penerimaan tax amnesty yang bahkan sekarang masih dibahas dengan DPR. Lalu pertanyaannya, apa pemerintah sudah optimis tax amnesty sudah bisa mendapatkan angka segitu. Karena kalau tidak tercapai, ini akan berbahaya bagi APBN kita,” ujar Anggota Fraksi Golkar Melchias Mekeng.

Menurut Mekeng, scenario tersebut bakal berbeda jika pengampunan pajak sudah efektif berjalan. “Tentu lain halnya kalau tax amnesty sudah masuk yang akan lebih mudah diadjust targetnya. Tapi yang bahaya, kalau ekspektasinya yang sebesar itu dan nyatanya tidak berjalan.”

Anggota Fraksi Nasdem Jhonny Gerald Plate mengungkapkan penerimaan negara akan tertekan dari perubahan harga minyak mentah dan target lifting. “Tentu ini akan berpengaruh kepada postur anggaran. Dan memang perlu ada pembahasan yang mendalam untuk mengukur success rate tax amnesty,” ujar dia.

Anggota Fraksi Glokar Muhammad Sarmuji mengungkapkan pembahasan tax amnesty masih di dalam pembahasan DPR. Sehingga ekspektasi penerimaan dari tarif repatriasi pun masih belum ditentukan. “DPR saja banyak yang masih bergulat apakah masih yakin atau ga yakin Rp 165 triliun bisa jadi bantalan APBN. Saya sendiri malah berpendapt tax amnesty itu butuh waktu, dan kita tentu inginnya ada transmisi supaya bisa efektif berjalan di awal 2017. Sehingga layak untuk kita pertanyakan,” ujar sarmuji.

Pada postur anggaran APBN-P 2016, pemerintah merevisi ke bawah target penerimaan Rp 88 triliun menjadi Rp Rp 1734.5 triliun. Penerimaan perpajakan diturunkan pemerintah Rp 19,6 triliun ditargetkan ke angka 1527,1 triliun. Dengan catatan, angka tersebut telah memperhitungkan tambahan penerimaan Rp 165 triliun dari pengampunan pajak.

Defisit anggaran pun juga tetap diperlebar ke angka 2,48 persen dari PDB. Porsi pembiayaan ditingkatkan Rp 40,2 triliun target APBN 2016. (X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Victor Nababan
Berita Lainnya