Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
DALAM upaya mengurangi backlog kepemilikan rumah di Indonesia, tentu diperlukan upaya lebih. Saat ini backlog perumahan berada di kisaran 13,5 juta-15 juta yang akan dikurangi secara bertahap hingga 2019 nanti menjadi 6,8 juta unit.
Sementara itu backlog berdasarkan konsep hunian saat ini sekitar 7,6 juta unit akan terus dikurangi hingga menjadi 5 juta unit di tahun 2019 nanti. Oleh karena itu, program Satu Juta Rumah yang mulai dilaksanakan pada April 2015 lalu akan semakin di tingkatkan pelaksanaannya oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan.
Dirjen Penyediaan Perumahan, Syarif Burhanuddin, ketika berbincang bersama Media Indonesia di ruangannya, beberapa waktu lalu, mengatakan bahwa angka 1
juta hanya merupakan angka psikologis. "Pembangunannya tidak harus satu juta. Bisa lebih karena memang kebutuhan kita kurang lebih 800 ribu unit rumah per tahun.
Suatu saat pembangunannya akan lebih dari 1 juta unit per tahun."
Konsep program satu juta rumah tidak hanya ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) saja, tetapi juga termasuk untuk pembangunan hunian non-MBR. Namun, mulai 2016 pembangunan akan lebih diupayakan agar lebih banyak proporsinya untuk MBR.
Bila pada tahun lalu pemerintah menargetkan pembangunan 600 ribu unit rumah untuk MBR dan 400 ribu unit rumah non-MBR, pada tahun ini target pembangunan rumah untuk MBR ditambah menjadi 700 ribu unit dan rumah untuk non-MBR diturunkan menjadi 300 ribu unit.
"Makanya tahun ini target menengah ke bawah kita naikkan sehingga kemungkinan untuk punya rumah lebih besar," jelas Syarif.
"Yang benar-benar membutuhkan rumah saat ini adalah masyarakat MBR, sedang untuk non MBR sebagian hanya untuk investasi saja" jelas Syarif.
Dorong implementasi hunian berimbang
Demi meningkatkan pembangunan rumah untuk MBR, pemerintah juga saat ini terus, mendorong pengembang untuk melaksanakan hunian berimbang. "Bagi pengembang yang membangun rumah mewah maka harus juga membangun rumah menengah dan rumah sederhana dengan komposisi 1 : 2 : 3. Tapi bagi yang membangun rumah murah, tidak wajib membangun rumah menengah dan mewah."
Hunian berimbang pada dasarnya sudah diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2011 dan UU Nomor 20/2011. Selain itu juga diatur dalam Permenpera Nomor 10 Tahun 2012 dan disempurnakan dalam Permenpera Nomor 7 Tahun 2013.
"Implementasi PP Kebijakan Hunian Berimbang masih dalam tahap sosialisasi dan bimbingan teknis kepada para stakeholder. Saat ini sedang diproses yang sebentar lagi keluar setelah itu akan disempurnakan PP Peruma han dan Kawasan Permukiman, Permennya dan kita harapkan bisa segera dilaksanakan."
Kemudian juga dibutuhkan adanya perda untuk pelaksanaan hunian berimbang, karena yang mengeluarkan perizinan pembangunan adalah pemerintah daerah.
Dengan demikian dalam mengeluarkan izin, pemerintah daerah perlu memastikan telah menunjukkan komposisi hunian berimbang.
"Bila mengacu pada UU Nomor 1 tadi maka seharusnya IMB yang keluar sudah berdasarkan hunian berimbang tadi dan sudah jelas berapa rumah mewah, menengah, dan sederhananya. Kalau tidak bisa dibangun di atas hamparan yang sama, maka seharusnya pengembang menyediakan kawasan lainnya untuk hunian murahnya di kabupaten/kota yang sama."
Pengembang yang tidak melaksanakan pembangunan perumahan dengan hunian be rimbang, bisa mendapatkan sanksi baik administratif ataupun pidana."Selama ini
belum ada yang disanksi. Kita upayakan sosialisasi dulu. Suatu saat harus dilaksanakan karena pengembang lebih banyak berorientasi profit.
Kalau tidak mempertimbangkan aspek sosialnya, UU itu tidak akan bisa terlaksana. Tujuan hunian berimbang adalah agar MBR bisa mendapatkan fasilitas dan kesempatan untuk membeli rumah," tegas Syarif.
Penghunian rumah
Pelaksanaan program satu juta rumah secara keseluruhan ini berdasarkan pada amanah UUD 1945 pasal 28 ayat 1. Dalam UUD tersebut, pada prinsipnya setiap keluarga harus menempati rumah yang layak huni.
"Menghuni bukan berarti harus memiliki. Bisa melalui mekanisme mencicil ataupun sewa, atau bisa juga dihibahkan untuk masyarakat tidak mampu."
Syarif juga menjelaskan bahwa Selain program kepemilikan rumah, juga terdapat program penghunian, seperti program rumah khusus dan rumah susun sederhana
sewa.
Program rumah khusus adalah program penyelenggaran rumah untuk kebutuhan khusus, seperti daerah terpencil, korban bencana alam, wilayah perbatasan negara,
pulau-pulau terluar, dan untuk masyarakat miskin, seperti masyarakat nelayan.
"Rumah khusus ini nanti sistemnya dapat menjadi rumah dinas bagi para TNI/ POLRI yang bertugas di daerah perbatasan negara atau dihibahkan bila itu untuk masyarakat miskin," ungkap Syarif.
Sementara itu, program rusunawa merupakan salah satu solusi bagi kebutuhan rumah di kota besar yang semakin terbatas lahannya.
"Dengan tinggal di rusunawa masyarakat dapat menabung, karena harga sewanya murah, pada tahap berikutnya bila dia sudah mampu mencicil, maka penghunian rusun dapat dialihkan kepada yang lebih membutuhkan."
Sebagai informasi Rusunawa yang dibangun Kementerian PUPR saat ini telah dilengkapi dengan fasilitas PSU (Prasarana, Sarana dan Utilitas) yang lengkap seperti jalan akses, lahan parkir, drainase, air, listrik dan dilengkapi mebel. Dengan demikian rusunawa tersebut benar-benar siap huni dan dapat diresmikan penghuniannya.
Penanganan rumah tidak layak huni Selain mengurangi backlog, program Sejuta Rumah juga merupakan upaya untuk mengurahi masalah rumah tidak layak huni (RTLH) yang diperkirakan berjumlah 2,51 juta unit (data BPS 2015).
Kementerian PUPR memiliki program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang merupakan program perbaikan untuk rumah tidak layak huni. Di beberapa daerah program ini disebut "bedah rumah". Bantuan berupa peningkatan kualitas rumah yang nilainya dapat hingga Rp15 juta dan pembangunan baru yang nilainya hingga Rp 36 juta. Pengajuan bantuan diusulkan Pemerintah Kabupaten/Kota dan proses pengajuan usulan dimulai dari tingkat RT/RW.
"Bagi masyarakat yang selama ini tinggal dan menempati rumah tidak layak huni, akan kita perbaiki rumahnya melalui program rumah swadaya. Masyarakat bisa mendapatkan bantuan hingga Rp30 juta. Syaratnya harus memiliki tanah. Pengajuan program rumah swadaya dapat melalui Bupati ataupun Walikota agar terkoordinasi
dengan baik dan tidak bisa mengajukan langsung secara perorangan," urainya.
Pada tahun ini ditargetkan sebanyak 94 ribu unit rumah tidak layak huni yang diperbaiki dan 1.000 rumah baru untuk masyarakat kurang mampu yang hanya memiliki tanah tanpa bangunan. (*/S-25)
iqbal@mediaindonesia.com
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved