BI dan OJK Harus Restrukturisasi Perbankan

Jessica Restiana Sihite
22/5/2016 15:49
BI dan OJK Harus Restrukturisasi Perbankan
(Foto Istimewa)

KALANGAN pengusaha emoh disebut sebagai biang keladi masih rendahnya pertumbuhan investasi di Indonesia. Mereka menyebut masih banyak perbankan yang enggan menurunkan bunga kreditnya, sehingga tidak menarik bagi pelaku usaha.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perdagangan Benny Soetrisno menyatakan margin bunga bersih (net interest margin/NIM) masih tinggi sehingga memacu suku bunga kredit perbankan.

"Bagaimana mau mendorong usaha kalau biaya atau NIM masih belum kompetitif?" cetus Benny melalui sambungan telepon, Minggu (22/5).

Menurutnya, penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) yang saat ini sebesar 6,75% tidak dibarengi oleh para perbankan. Tidak ada kewajiban yang dikeluarkan BI agar perbankan menurunkan suku bunga kreditnya.

"Makanya, mesti ada restrukturisasi total perbankan oleh BI dan OJK," tukas Benny

BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mesti membuat perbankan bisa menyediakan jasa keuangan yang lebih murah. Di samping itu, perbankan harus 'ramah' kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).

Bila biaya bunga yang termasuk ongkos produksi masih tinggi, nilai Benny, bukan hal yang tidak mungkin para pengusaha enggan mengembangkan usaha produksinya. Karena itu, dia melihat saat ini produksi yang dihasilkan oleh industri dalam negeri masih seret.

"Kalau masih tinggi, mungkin lebih baik impor barang yang lebih murah daripada produksi sendiri. Utilisasi terpasang di industri kita itu masih rendah. Kalau biaya murah, industri akan nambah utilisasi. Kalau itu bertambah, lapangan pekerjaan akan bertambah. Harusnya itu dipertimbbangkan oleh BI dan OJK," tegas Benny.

Benny pun menilai pemerintah belum mendorong pelaksanaan paket kebijakan XI. Adapun salah satu poin di dalam paket tersebut ialah kredit usaha rakyat berorientasi ekspor (KURBE).

"Teorinya bagus sih, tapi pelaksanaannya belum karena ya itu, sulit aksesnya ke bank," ucap Benny.

Senada, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menilai kredit usaha rakyat (KUR) untuk pelaku UKM masih sangat sulit diakses. Padahal, jumlah UKM di Indonesia sangat besar dan sangat berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Adhi juga melihat suku bunga kredit perbankan masih mahal. "Padahal ada target penurunan suku bunga dari pemerintah, tapi BI sudah berhenti di angka 6,75%. Dari angka itu, bunga pinjaman perbankan masih di atas 10%," tutur Adhi.

Dia mengelak bila swasta disalahkan atas laju pertumbuhan kredit yang rendah. Menurut dia, peran swasta sangat besar karena menyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar ketimbang pemerintah.

Karena itu, dia meminta perbankan mau membantu para pengusaha untuk menurunkan suku bunga kreditnya.

"Dari sisi daya beli konsumen juga menurut saya tidak ada gangguan karena permintaan makin besar kok. Hanya, kredit perbankan yang masih mahal dan banyak sektor juga yang saat ini dilihat perbankan sangat berisiko, seperti kehutanan dan beberapa komoditas yang harganya lagi turun," papar Adhi.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya