Utang Luar Negeri Terkendali

Nuriman Jayabuana
19/5/2016 09:42
Utang Luar Negeri Terkendali
(ANTARA/Zabur Karuru)

UTANG luar negeri Indonesia terus bertumbuh dalam jumlah yang dinilai masih managable. Meski demikian, akselerasi utang luar negeri swasta yang lebih cepat ketimbang utang luar negeri pemerintah perlu diwaspadai terkait dengan potensi risikonya terhadap perekonomian nasional.

Bank Indonesia mencatat posisi utang luar negeri Indonesia mencapai US$316 miliar pada triwulan pertama 2106. Ada peningkatan sebesar 5,7% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Dari total utang itu, pemerintah membukukan utang luar negeri sebesar US$151,3 miliar. Adapun utang luar negeri swasta mencapai US$164 miliar. Itu berarti utang swasta memegang porsi 52,1% dari keseluruhan utang luar negeri.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengungkapkan pertumbuhan utang pemerintah dan korporasi secara umum cukup sehat dan terkelola dengan baik. Namun, ia juga tak menampik bahwa lebih besarnya pertumbuhan porsi utang swasta ketimbang utang pemerintah merupakan sesuatu yang mesti menjadi perhatian serius.

Ia secara khusus mencermati perlunya ada kewaspadaan terhadap peningkatan utang korporasi nonbank. "Perlu diperhatikan utang korporasi nonbank, terutama yang sebelum 2015," ungkap Agus di Jakarta, kemarin.

Ia menjelaskan utang yang ditarik pada periode sebelum 2015 itu belum semuanya diterapkan wajib lindung nilai (hedging) pinjaman valas. Dengan kondisi itu, korporasi semestinya perlu lebih berhati-hati dalam pengelolaan likuiditas.

"Misalnya posisi mismatch currency-nya ataupun bagaimana kondisi balance sheet-nya apa over leverage atau tidak," kata Agus.

Ia mengatakan, baik pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan, BI, swasta, maupun BUMN mesti selalu menjalin koordinasi untuk memantau posisi likuiditas. Pihaknya selaku bank sentral juga akan terus mencermati perkembangan risiko peningkatan utang luar negeri korporasi supaya tetap terkendali.

"BI sudah mengeluarkan aturan yang meregulasi prinsip kehati-hatian dalam mengelola utang luar negeri korporasi," ujar Agus.

Jangka panjang
Agus mengaku cukup nyaman dengan fakta bahwa saat ini porsi utang berjangka waktu panjang jauh lebih besar daripada utang jangka pendek.

"Memang jumlah utang yang swasta lebih besar daripada yang pemerintah. Tapi yang lebih utama, total utang luar negeri yang berjangka panjang (por­sinya) sebesar 80% dari total utang yang ada," ujar dia.

Utang yang berjangka panjang yang lebih banyak, menurut Agus, akan membuat pengelolaan utang menjadi lebih managable. Berdasar jangka waktu, pinjaman luar negeri berjangka panjang mencapai US$277,9 miliar, sedangkan pinjaman berjangka pendek 'hanya' US$38,1 miliar.

Di lain hal, secara total, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) saat ini mencapai 36,5%.

Saat dimintai tanggapan, ekonom BCA David Sumual menilai rasio utang pemerintah dan korporasi terhadap PDB Indonesia saat ini masih menunjukkan batas yang sehat.

Sebagai gambaran, menurut David, banyak negara maju yang menetapkan benchmark rasio utang terhadap PDB sebesar 60%.

"Tapi kalau di Indonesia rasio utang ke arah 40% masih enggak masalah," ujar David saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Ia mengumpamakan, bila utang yang ditarik misalnya langsung tertuju kepada sektor manufaktur, dampaknya akan positif untuk meningkatkan ekspor. (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya