Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
BANK Indonesia disarankan menunggu hingga kuartal kedua untuk menerapkan pelonggaran kebijakan moneter karena pertumbuhan di Indonesia saat ini dinilai masih di bawah tren.
“BI harus tetap waspada karena kebijakan yang berlebihan bisa memicu risiko kenaikan inflasi dalam jangka menengah,” kata Ekonom HSBC untuk wilayah ASEAN, Su Sian Lim, dalam HSBC Economic Outlook 2016 bertajuk ASEAN Economic Community: Indonesia to Punch Above Its Weight di Jakarta, kemarin.
Meski begitu, Su Sian Lim memuji berbagai langkah BI seperti kebijakan pemotongan tingkat suku bunga hingga 75 basis poin dan pemotongan giro wajib minimum (GWM) sebesar 150 basis poin sejak November 2015.
Selain itu, ia mengapresiasi langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang meminta bank menurunkan suku bunga kredit hingga 400 basis poin tahun ini dari sekitar 13% menjadi 9%.
“Bahkan jika hanya seperempat dari target yang terealisasi, hal itu masih secara signifikan menurunkan biaya pinjaman yang pada gilirannya akan membantu menggairahkan perekonomian,” ucap Su Sian Lim.
Kehatian-hatian yang dia sarankan cukup beralasan karena perekonomian Indonesia dinilai mampu memberikan kontribusi 35% dari total produk domestik bruto (PDB) ASEAN. Selain itu, populasi Indonesia melebihi 40% dari total populasi di ASEAN.
Dengan melihat hal itu, Country Manager & Chief Executive HSBC Indonesia Sumit Dutta mengatakan Indonesia akan memegang peran penting dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Menurut dia, Indonesia bakal berperan besar dalam liberalisasi arus barang, jasa, modal, dan tenaga kerja.
“Sejumlah hal itu yang akan meningkatkan daya saing dan memfasilitasi investasi di sektor infrastruktur,” tutur Sumit.
Berdasarkan sejumlah peluang tersebut, HSBC menaikkan proyeksi PDB Indonesia dari 4,7% menjadi 5% meski pada kuartal pertama 2016 investasi di Indonesia berjalan melambat. Menurut Sumit, penurunan pada 2015 dan awal 2016 dipicu lemahnya harga komiditas dan menurunnya ekspor karena pasar komoditas secara global suram.
Ekspor turun
Pada kesempatan sama, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong memperkirakan ekspor nonmigas Indonesia tahun ini masih akan turun sebesar 4%-6%. Meski begitu, besaran penurunan tersebut dinilai masih lebih baik daripada tahun lalu yang mencapai 9,77%.
Menurut dia, perdagangan ekspor sangat bergantung pada kondisi ekonomi global. Saat ini pun ia melihat masih ada risiko dalam ekonomi global.
Tiongkok dinilai masih akan mengalami perlambatan ekonomi dan Inggris membeberkan wacana untuk keluar dari Uni Eropa. Di samping itu, pemilu Amerika Serikat diprediksi bakal memengaruhi kondisi ekonomi global dan merembet ke Indonesia.
“Risiko masih ada. Setelah devaluasi yuan, kita sudah membuktikan kondisi kita stabil. Nah kita harus mempertahankan ini dan jangan sampai kehilangan momentum stabil ini,” tukas pria yang akrab disapa Tom itu.
Dia mengatakan kinerja ekspor nasional bisa merangkak naik bila Indonesia gencar mencari mitra kerja sama dalam perdagangan internasional, baik kerja sama bilateral maupun multilateral. Sebagai contoh, perundingan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA CEPA) yang ditargetkan tuntas pertengahan tahun depan dan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA) yang butuh waktu 2,5 tahun lagi.
Dua pakta perdagangan tersebut, menurut Tom, akan menaikkan nilai ekspor Indonesia ke pasar global. Karena itu, dia mengatakan pihaknya akan gencar keliling dunia untuk mencari pasar ekspor Indonesia. (X-13)
jessica@mediaindonesia.com
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved