Tarif Tebus akan Jadi Perdebatan

Nuriman Jayabuana
30/4/2016 11:12
Tarif Tebus akan Jadi Perdebatan
(Dok.MI)

Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Ahmadi Noor Supit mengungkapkan penetapan tarif tebus menjadi agenda utama pembahasan aturan pengampunan pajak.

Ahmadi menjelaskan mayoritas fraksi telah memasukkan pasal penjelasan tarif tersebut ke daftar inventarisasi masalah. "Memang selama ini, yang jadi pembicaraan itu soal tarif ini," kata Ahmadi di kompleks parlemen, Kamis (28/5).

Pemerintah telah mengusulkan tarif tebus pengampunan pajak 2%-6% dari keseluruhan aset yang dideklarasikan.

Menurutnya, ada sejumlah fraksi yang menilai tarif tersebut terlampau rendah sehingga dampaknya hanya menguntungkan pengemplang pajak. Di sisi lain, penerimaan pajak dari uang tebus tersebut menjadi sangat minim ketimbang uang yang mengalami ‘pemutihan’.

"Memang kelihatannya tak adil, tapi kalau tarifnya dipatok terlalu tinggi, malah bisa-bisa tidak ada uang yang masuk," kata dia.

Terlebih, pemerintah telah menyebutkan potensi dana yang dapat terepatriasi sebenarnya mencapai Rp11.400 triliun.

Ahmadi juga menilai isu kerahasiaan data dan kepastian hukum wajib pajak menjadi prioritas pembahasan setiap fraksi. Ia optimistis pembahasan dapat segera terselesaikan sebelum RAPBN-P 2016, yakni pada 1 Juni 2016 mendatang. Jika peluang penerapan tax amnesty kian kabur, amat mungkin pemerintah memperlebar ruang defisit anggaran yang saat ini sebesar 2,15% di APBN 2016.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada kesempatan terpisah menyebutkan persoalan tarif tebus pengampunan pajak tergantung persetujuan politik antara pemerintah dan DPR.

Pengamat pajak dari Center for Indonesian Taxation Analysis Yustinus Prastowo mengatakan tarif tebus pengampunan pajak di kisaran single digit terlampau kecil ketimbang yang seharusnya. Padahal tarif tebus tersebut merupakan instrumen penting untuk mendongkrak penerimaan pajak pada tahun berjalan diterapkannya tax amnesty.

Estimasinya, pemerintah punya posisi tawar untuk memohon peningkatan tarif tebus hingga 5%-10% dari aset yang dilaporkan. Dengan besaran tarif itu, ia yakin pemerintah bisa ‘mengamankan’ dana sampai Rp100 triliun.

Deklarasi
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, jika UU tentang tax amnesty tidak selesai dalam waktu dekat, pemerintah mempersiapkan peraturan pemerintah (PP) sebagai alternatif khususnya mengatur tentang deklarasi.

"Soal PP itu memang alternatif yang diajukan Menteri Keuangan kalau sekiranya RUU ini tidak dicapai kesepakatan dengan DPR," kata Wapres di Jakarta, kemarin.

Ia menjelaskan, tax amnesty bisa melalui dua cara. Pertama, dengan repatriasi yaitu uang yang masuk ke dalam negeri dalam bentuk investasi langsung.

Opsi lain ialah deklarasi, yaitu jika seseorang memiliki usaha di luar negeri, pabrik atau rumah, dan hanya menyampaikan nilainya untuk diperhitungkan sebagai objek pajak. Untuk deklarasi, pemerintah mengusulkan akan mengenakan tarif tebus deklarasi aset 4%, sementara repatriasi 1%. "Tapi ini masih perkiraan," ucapnya.

PP, menurut Kalla, cakupannya tidak seluas undang-undang. Namun, ia tidak memerinci lebih jauh. Yang jelas, deklarasi tersebut terkait juga dengan aset. (Ant/E-2)

nuriman@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya