Antisipasi Gejolak Pangan Dirancang

Nuriman Jayabuana
26/4/2016 11:12
Antisipasi Gejolak Pangan Dirancang
(Dok.MI)

PEMERINTAH menyiapkan sejumlah antisipasi untuk memastikan keamanan pasokan dan distribusi pangan dalam menghadapi Ramadan yang diestimasi jatuh pada Juni 2016. Pergeseran musim hujan yang berpotensi mengganggu keberlangsungan panen raya dan produksi padi ditengarai akan menjadi tantangan tersendiri.

"Kita ingin perbaiki dari dua sisi sekaligus, panen produksinya bagus, juga stok cadangan bagus. Keduanya saling memengaruhi. Kalau kualitas panen bagus, stok bisa disimpan lebih lama," ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam rapat koordinasi di Jakarta, kemarin, seperti dikutip dari keterangan resmi Kemenko Perekonomian.

Untuk pengadaan beras, Perum Bulog telah menyusun skema dengan target penyiapan cadangan minimal 1,6 juta ton per awal Juni 2016. Langkah itu bertujuan mempertebal cadangan beras pemerintah agar bisa menahan gejolak harga yang biasa berlangsung sekitar Ramadan. Untuk mendukung hal itu, Kementerian Pertanian (Kementan) diminta segera merampungkan revisi beleid tentang Penugasan Dana Cadangan Beras dalam pekan ini, yang isinya antara lain mendefi nisikan jenis cadangan beras yang bisa diimpor Bulog.

Rakor pun membahas tata niaga jagung.
Dalam menindaklanjuti terbitnya peraturan menteri perdagangan tentang tata niaga tersebut, pemerintah menugasi Bulog untuk mengimpor jagung. Untuk kebutuhan jagung industri dan pangan, selain oleh Bulog, importasi bisa oleh importir produsen terdaftar. Menurut rencana, Bulog akan mengimpor 190 ribu ton dari kuota 1,5 juta ton jagung pakan, segera setelah mendapat rekomendasi Badan Ketahanan Pangan Ke mentan. Kementan menargetkan produksi jagung 24 juta ton di 2016, naik dari 15,6 juta ton di 2015. Kebutuhan pakan industri dan konsumsi ditaksir 21,6 juta ton.

"Jadi, saya lihat 2016 bisa surplus, tinggal pengendalian harga," ucap Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementan Maman Suherman.Inflasi Bank Indonesia (BI) mengingatkan perang melawan inflasi komoditas pangan harus komprehensif untuk mengurangi sensitivitas harga terhadap faktor alam, juga pemburu rente. Gubernur BI Agus Martowardojo menyebut, tren inflasi umum Indonesia cenderung turun. Tahun lalu, inflasi di Indonesia tercatat 3,35%. Walakin, itu masih lebih tinggi ketimbang negara-negara jiran.

Inflasi di Indonesia acap dipantik kelompok harga bahan makanan (volatile food).Bahkan, inflasi kelompok itu cenderung naik sejak akhir 2015. Karena itu, BI menawarkan upaya menangkal inflasi secara komprehensif lewat pembentukan cluster (gugus).

Gugus-gugus itu diarahkan untuk membuat terobosan, mulai dari menanam bawang putih sampai ternak sapi, serta memotong distribusi tengkulak. "Cluster itu supaya nanti ditiru masyarakat lain. Seperti yang baru diintroduksi, bawang putih, yang selama ini kita impor, ternyata 1 hektare itu bisa produksi 22 ton. Artinya, kita tidak perlu bergantung impor kalau bisa jaga produksi nasional," ujar Agus di kantornya, Jakarta, kemarin.

Ia memaparkan kini ada 167 cluster binaan BI meliputi 13 komoditas. "Cluster komoditas penyumbang inflasi seperti beras, bawang merah, dan cabai mencapai 113."

Di tempat sama, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai cluster memudahkan pemantauan. "Sampeyan panen bawang di sini harganya jatuh, kita tanya ke Jakarta atau Sulawesi, kalau butuh, dikirim ke sana.Asal ada koordinasinya." (Ire/Fat/E-2)
nuriman@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya