Usaha Menjadi Pusat Logistik di Kawasan

Nuriman Jayabuana
26/4/2016 10:24
Usaha Menjadi Pusat Logistik di Kawasan
(Dok.MI)

SEBANYAK 16 pusat logistik berikat (PLB) segera dibentuk dalam waktu dekat. Saat ini sudah terdapat 11 pusat logistik berikat yang telah diresmikan pemerintah di sejumlah daerah.

"Saat ini kita sudah punya 11 dan sebentar lagi segera bertambah 16 lagi," ujar Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi di kantornya, di Jakarta, kemarin.

Belasan pusat logistik baru itu akan tersebar di berbagai wilayah untuk menampung produk ekspor dan impor dari berbagai sektor. "Mereka yang baru itu untuk sektor migas, pertambangan, alumunium, otomotif, kapas, farmasi, dan MRO pesawat juga ada. Semuanya itu untuk men-support ekspor impor."

Ia optimistis target pembangunan 60 PLB hingga akhir 2016 dapat tercapai. Heru menilai respons industri terhadap PLB cukup tinggi yang diindikasikan dengan banyaknya perusahaan yang berminat memahami lebih dalam terkait dengan PLB itu.

Karena itu, DJBC membuka kelas untuk asistensi kepada perusahaan-perusahaan, yang digilir sebanyak 10 perusahaan tiap Rabu.

"Strategi yang dilakukan Bea Cukai iala mendiskusikan ini. Jadi, mereka kita undang. Karena jumlahnya, tentunya kalau semua tidak efektif, dan kita bagi 10 setiap minggu," kata Heru.

Salah satu operator pengelola kawasan pusat logistik berikat, PT Cipta Krida bahari, mengungkapkan minat perusahaan klien membuat Singapura ketar-ketir dan cenderung berusaha menurunkan tarif. Banyak perusahaan klien yang berniat mengalihkan barang mereka dari Singapura ke pusat logistik Indonesia.

Harmonisasi aturan
Lebih jauh, Heru mengatakan aturan-aturan terkait dengan PLB, terutama penyimpanan barang ekspor, tinggal diharmonisasikan dengan instansi/lembaga terkait.

"Sebenarnya dari prinsip kepabeanannya kita sudah firm (kuat), tinggal bagaimana kita komunikasikan secara administratif dengan pihak-pihak terkait lainnya. Ada (Dirjen) Pajak, BI (Bank Indonesia), ada BPS (Badan Pusat Statistik). Ini seharusnya tinggal diharmonisasikan," ujar Heru.

Pada September 2015, pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Jilid II yang hasilnya berupa penerbitan PP Nomor 85 Tahun 2015 tentang Perubahan PP Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/2015 tentang Pusat Logistik Berikat.

Kebijakan itu merupakan peningkatan sistem kepabeanan dari semula gudang berikat menjadi PLB. Gudang berikat dinilai memiliki keterbatasan sehingga ongkos logistik tetap tinggi hingga 27% bagi pengusaha.

"Di dalam PP, di dalam PMK, kita sudah menegaskan itu (barang yang masuk PLB) sudah dianggap ekspor. (Barang) masuk PLB, itu sudah ekspor," kata Heru.

Direktur Fasilitas DJBC, Robi Toni, juga mengakui status barang-barang dari lokal apabila dimasukkan ke PLB untuk ekspor memang disamakan sebagai barang siap untuk diekspor. Hal itu kini masih dalam tahap pembahasan dengan BI, Dirjen Pajak, dan BPS. (Ant/E-3)

nuriman@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya