ASEAN Harus Lebih Terbuka Jalankan MEA

MI
26/4/2016 08:29
ASEAN Harus Lebih Terbuka Jalankan MEA
(Antara/Akbar Nugroho Gumay)

KAPASITAS pemimpin dan keterbukaan pasar merupakan dua tantangan utama di dalam penerapan kebijakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Hal itu dikemukakan narasumber dalam konferensi bertajuk Global Challenges and Regional Solutions: Engaging Stakeholders yang diselenggarakan oleh harian The Jakarta Post di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, kemarin.

"Di ASEAN, kita harus tahu bagaimana cara menguji kepemimpinan. Jika ekonomi Asia terganggu, ASEAN harus tetap kuat. Cara pandang penyatuan suara ASEAN juga harus dimengerti seutuhnya dalam konteks ASEAN, bukan Eropa atau AS," kata Wakil Ketua Rajaratnam School of International Studies Singapura, Ong Keng Yong.

Dalam perjalanannya, lanjut Ong, MEA akan selalu menghadapi ujian di antara negara-negara ASEAN. "Data PBB yang menunjukkan berkurangnya kemiskinan dan meningkatnya pemberdayaan perempuan tidak berarti tanpa implementasi MEA yang utuh. Di sini kuncinya kapasitas pemimpin."

Oleh karena itu, menurut kolumnis harian The Nation Kavi Chongkittavorn dan CEO Rappler.com, Maria A Ressa, para pemimpin ASEAN harus lebih terbuka. Demikian halnya dengan LSM di setiap negara. "Media mampu menjadi penghubung dalam setiap perkembangan ekonomi. Pelan tetapi pasti, ekonomi ASEAN harus maju dengan kecepatan tinggi," ujar Chongkittavorn.

Komisaris Independen Grup Sinar Mas Deddy Saleh yang mewakili pelaku usaha mengemukakan masih kentalnya perbedaan di antara anggota ASEAN menyangkut keterbukaan pasar setelah implementasi MEA.

"Jika kini dikatakan pasar terbuka, sejauh mana? Ada dua negara ASEAN yang mati-matian melindungi industri mereka karena kebijakan pemerintah masing-masing. Eropa dan AS memang menghalangi produk CPO kami. Persoalannya ada dua negara ASEAN yang mengikuti kebijakan itu," ungkap Deddy.

Di sisi lain, Deddy menengarai konflik di Laut China Selatan antara Tiongkok dan beberapa negara anggota ASEAN menjadi tantangan tersendiri di masa depan. "Stabilitas kawasan termasuk terorisme, cyber crime, dan pembajakan mengkhawatirkan pelaku bisnis karena berpotensi meningkatkan biaya operasi." (Aya/X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya