Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
SEBAGAI negara produsen kelapa terbesar di dunia dengan rata-rata produksi 12,9 miliar butir per tahun, rasanya tidak mungkin jika terjadi krisis buah kelapa. Namun persoalan itu lah yang tengah dirasakan sektor hilirisasi atau industri pengolahan.
Ternyata krisis kelapa disebabkan maraknya ekspor buah kelapa segar sejumlah negara. Di samping itu, terjadi penurunan produktivitas tanaman akibat kondisi pohon kelapa yang sudah tua, tidak ada peremajaan, dampak cuaca ekstrem El Nino, hingga alih fungsi lahan perkebunan.
Industrialis pengolahan kelapa yang tergabung dalam Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) mengklaim krisis buah kelapa segar berimbas pada penurunan kapasitas produksi di kisaran 30 - 50 persen.
"Memang krisis kelapa ini belum sampai membuat industri tutup, cuman kami mulai kesusahan mendapatkan pasokan bahan baku. Alhasil kami terpaksa menurunkan kapasitas produksi, apalagi kelapa ini masuk komoditas seasonal," tutur Wakil Ketua HIPKI Amrizal Idroes dalam suatu diskusi di Menara Kadin, Kamis (21/4).
Produsen disebutnya juga tidak bisa mengambil opsi importasi untuk pemenuhan bahan baku. Menurut dia hal itu jelas bertolak belakang dengan predikat Indonesia sebagai produsen kelapa terbesar di dunia, yang kemudian disusul Filipina.
Pihaknya pun mendesak pemerintah untuk memberlakukan kebijakan moratorium (penghentian izin sementara) ekspor buah kelapa yang belum diolah. Hal itu akan menjadi solusi dari persoalan kepastian bahan baku bagi ndustri pengolahan. Tentunya selama dihentikan, pemerintah memiliki kesempatan untuk membenahi tata niaga termasuk sistem perkebunan kelapa yang didominasi milik masyarakat.
"Kebutuhan kelapa segar untuk industri pengolahan begitu besar. Kalau pasokan terus menurun jelas mengancam keberlangsungan industri kami. Total aset industri kelapa nasional selama 25 tahun terakhir mencapai Rp30 triliun-Rp35 triliun," pungkasnya.
Sebagai informasi, dia mencontohkan kebutuhan buah kelapa segar untuk industri yang memproduksi santan kelapa kemasan sebesar 2-3 juta butir per hari. Sedangkan industri pengolahan kelapa lainnya berkisar 350-700 ribu butir per hari.
Dia mengatakan pemerintah lebih baik membuka karpet merah kepada ekspor produk olahan kelapa. Langkah itu disebutnya ampuh mendorong hilirisasi yang mendatangkan nilai tambah. Pihaknya optimistis pelarangan ekspor juga berpeluang meningkatkan masuknya investasi dari luar untuk membangun industri pengolahan di Tanah Air. Upaya menarik investor tentunya akan berdampak pada perluasan lapangan kerja berikut meningkatkan pemasukan negara.
"Semestinya dorong hilirisasi. Asalkan infrastruktur dan kebijakan mendukung, industri pengolahan akan cepat berkembang. Jangan malah terus dijual ke luar (kelapa segar). Nanti industri luar yang keenakan dapat keuntungan," tandasnya.(OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved