Harga Minyak Anjlok, Bisnis Penunjang Migas Ikut Ketar Ketir

Tesa Oktiana Surbakti
20/4/2016 15:17
Harga Minyak Anjlok, Bisnis Penunjang Migas Ikut Ketar Ketir
(ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)

BUKAN hanya industri migas saja yang merasa ketar ketir imbas anjloknya harga minyak dunia. Namun, kondisi itu tururt berdampak pada bisnis penunjang yang menjadi penopang lingkaran rantai pasok (supply chain) industri migas.

Dalam beberapa tahun terakhir banyak perusahaan migas yang terpaksa menahan kegiatan eksplorasi dan produksi lantaran bisnis sedang tidak kompetitif. Otomatis sejumlah proyek migas Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang sebelumnya membutuhkan partisipasi industri penunjang pun terpaksa dihentikan. Upaya efisiensi yang semula membayangi industri hulu, pada akhirnya juga diikuti industri penunjang.

“Memang harga minyak yang rendah tidak berimpak sebagian, tapi menyeluruh sampai industri penunjang migas. Begitu KKK3 mengurangi populasi proyek dan melakukan evaluasi, tentu akan mempengaruhi kontrak ke bisnis penunjang. Karena mereka (industri) hulu akan melakukan penekanan lebih besar, apakah di seismik atau kegiatan operasi,” tutur Kepala Dinas Kapasitas Nasional SKK Migas Ida Tota Simatupang dalam suatu diskusi di Jakarta, Rabu (20/4).

Dalam hal ini Ida tidak mengingat dengan jelas berapa jumlah KKKS yang menunda proyek. Kendati demikian, pihaknya berharap tren penurunan proyek migas tidak berlarut, mengingat harga minyak dunia perlahan mulai merangkak ke level yang lebih baik.

Senada, Ketua Komunitas Migas Indonesia Herry Putranto mengamini guncangan harga minyak dunia sudah tentu menjalar ke industri penunjang. “Otomatis begitu, karena proyek migas berhenti, mereka tidak mendapat pesanan. Akhirnya produk-produknya industri penunjang tidak dipakai,” kata Herry dalam kesempatan yang sama.

Dia pun menyarankan para pelaku di sektor penunjang migas berpikir cerdik untuk mencari kesempatan di sektor lain. Misalnya berparitisipasi dalam kegiatan eksplorasi dan pengembangan lapangan panas bumi (geothermal). Dalam kebijakan energi nasional, porsi energi baru terbarukan (EBT) ditargetkan mencapai 23 persen di tahun 2025. Porsi energi panas bumi (geothermal) ditargetkan berkontribusi sebesar 7 persen atau 7.000 mega watt (MW).

“Pemerintah kan sedang gencar mendorong energi baru dan terbarukan (EBT), khsususnya panas bumi. Itu bisa dimanfaatkan pelaku di sektor penunjang migas. Contohnya dari drilling geothermal,” cetusnya.

Di satu sisi dia menyayangkan langkah KKKS menghentikan kegiatan eksplorasi. Herry berpendapat pelemahan harga minyak dunia semestinya dijadikan peluang untuk melakukan eksplorasi lantaran biaya produksi cenderung lebih murah. “Harusnya drilling saja untuk mencari minyak. Begitu harga minyak kembali pulih, kita sudah punya stok banyak yang bisa dijual ke luar,” tukasnya.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya