Efisiensi Anggaran, Kemenperin Tunda Bantu Industri Tekstil

Irene Harty
15/4/2016 10:57
Efisiensi Anggaran, Kemenperin Tunda Bantu Industri Tekstil
()

DEMI menghemat anggaran belanja, Kementerian Perindustrian melakukan penundaan bantuan untuk industri tekstil yang tercantum sebagai program revitalisasi dan restrukturisasi mesin tekstil. Kementerian Perindustrian tidak menganggarkan bantuan tersebut dalam pagu anggarannya tahun ini.

"Saya postpone, saya ingin ada penghematan supaya anggaran bisa optimal," ungkap Direktur Jenderal Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian, Harjanto dikantornya, Jakarta, Kamis (14/4).

Dia mengaku pemerintah perlu melakukan evaluasi dari bantuan yang sudah diberikan selama ini dan memeriksa segalanya.

Mulai dari prosedur, sasaran, dan stimulus yang dihasilkan ke dunia usaha dari hulu ke hilir. Bantuan pemerintah disebutkannya tidak bersifat permanen sehingga pada satu titik mesti dikaji kembali mengingat banyak sektor lain juga yang perlu dibantu.

Selama ini bantuan yang diberikan bervariasi dan sudah semakin berkembang. Perubahan dari dulunya disebut sunset industry sekarang sudah tidak atau dulunya kesulitan akses perbankan sekarang bank sudah mau mendanai.

"Oleh karena itu, kalau enggak sunset, ya kaji ulang, mungkin saja ada sektor lain yang lebih membutuhkan, kan uangnya bisa dialokasikan ke situ. Makanya kita evaluasi secara menyeluruh. Kalau memang rekomendasinya harus diteruskan, nanti juga akan ada kok," jelas Harjanto.

Dia mengaku sudah berbicara dengan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dengan menjelaskan asas manfaat. Harjanto mengaku asosiasi dapat mengerti hal itu karena asosiasi juga menjadi bagian dari pengawasan penyerapan bantuan itu.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Syarif Hidayat juga menyebutkan penundaan bantuan memang dilakukan untuk dievaluasi efektivitasnya. Meskipun bisa mengefisiensi energi, program bantuan itu masih perlu diukur kembali.

"Kalau bisa diukur maka bisa diarahkan lebih kuat lagi karena ini sudah delapan tahun berjalan," tutur Syarif. Dalam keterangan resmi waktu yang sama, Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) ditargetkan naik 6,33% dan memberi kontribusi sebesar 2,43% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.

"Industri TPT yang padat karya dan menjadi 'Jaring Pengaman Sosial' yang mendukung pendapatan penduduk akan terus menguat sebagai penyumbang terbesar dalam penyerapan tenaga kerja," imbuh Direktur Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka Kemenperin Muhdori.

Saat ini industri TPT berada di ranking tiga ekspor nasional dan menyerap tenaga kerja hingga 2,79 juta orang dengan hasil produksi yang mampu memenuhi 70% kebutuhan sandang dalam negeri. Sepanjang 2015, sektor TPT berkontribusi 1,22% terhadap PDB Nasional dan surplus eskspor sebesar US$4,31 miliar.

Nilai ekspor TPT sendiri mencapai US$12,28 miliar, atau berkontribusi sebesar 8,17% dari total nilai ekspor nasional. Industri TPT juga memiliki andil besar dalam menyumbang devisa negara.

"Total investasi di sektor tersebut pada 2015 mencapai Rp573 triliun, naik 16,9% dari 2014. Tercatat sektor TPT menyumbang 5,05% investasi PMA dan 3,07% investasi PMDN," papar Mudhori. Walau kinerja industri tekstil sempat turun menjadi 4,79% pada 2015 akibat krisis ekonomi global, peluang tumbuh masih ada karena ekonomi Indonesia mulai membaik terutama dari masyarakat kelas menengah.

Kepala Pusdiklat Industri Kementerian Perindustrian, Mujiyono mengemukakan masih ada beberapa tantangan yang mesti diselesaikan seperti masalah sertifikasi pekerja sesuai keahlian. Oleh sebab itu, Kementerian Perindustrian mendirikan Akademi Komunitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Bandung, Jawa Barat dan Solo, Jawa Tengah sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja industri tekstil yang kompeten dan berdaya saing.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya