Kebijakan PPN Batu Bara Dinilai Inkonsisten

Jaz/E-2
24/3/2016 03:15
Kebijakan PPN Batu Bara Dinilai Inkonsisten
(ANTARA/Wahyu Putro A)

ASOSIASI Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mengeluhkan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) yang dianggap tidak konsisten.

Direktur Eksekutif APBI Supriatna Suhala memperta-nyakan Peraturan Pemerintah (PP) No 144/2000 yang tidak memasukkan batu bara sebagai barang kena pajak (BKP).

Padahal, dalam kontrak perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) Generasi III, batu bara masuk BKP.

"Semenjak PP itu terbit, pembeli batu bara tidak kena pajak. Itu bertentangan dengan kontrak PKP2B Ge-nerasi III," katanya di Jakarta, kemarin.

Supriatna menjelaskan PKP2B Generasi III dikenai PPN dari pihak ketiga yang memasok kebutuhan produksi.

Kemudian pengusaha memasukkan komponen pajak 10% itu dalam biaya produksi batu bara yang dijual.

Nantinya selisih PPN dari pihak ketiga dan PPN dari pembeli batu bara jadi hak pelaku usaha via mekanisme restitusi.

Ia menyebut, kini nilai PPN dari pembeli lebih rendah daripada nilai PPN pihak ketiga meski sama-sama 10%.

Penanganan terhadap restitusi pajak yang diajukan pengusaha pun berbeda.

Ada kantor pajak yang mengabulkan restitusi, ada yang tidak.

"Ada satu grup, misalnya punya 4 PT di bidang sama. Nah perlakuan DJP kepada entitas perusahaan itu berbeda. Pemegang saham mempermasalahkan," ungkapnya.

Konsultan pajak dari Danny Darussalam Tax Center, David Hamzah Damian, berpandangan kontrak PKP2B generasi III yang diteken selama1997-2000 menganut lex specialist sehingga mengacu ke UU No 11/1994, bukan UU PPN yang terbit 2009.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya