Meraup Uang dengan Menjadi Codista

Nuriman Jayabuana/The Economist/E-1
22/3/2016 04:55
Meraup Uang dengan Menjadi Codista
(MI/SENO)

SEBUAH ide cemerlang menghampiri Giovanni Cafaro dua tahun silam ketika berbaris dalam sebuah antrean panjang untuk membayar tagihan di Milan, Italia.

"Yang saya lakukan untuk diri sendiri itu mestinya bisa saya lakukan untuk orang lain," pikirnya.

Sejak saat itu, pria yang baru saja kehilangan pekerjaan tersebut punya profesi baru sebagai codista atau tukang (joki) antre.

Profesi yang 'cukup aneh', tapi faktanya kini banyak bermunculan tak cuma di Italia, tapi juga di banyak negara.

Di Indonesia joki antre bahkan sudah marak sejak bertahun-tahun lalu.

Saat memulai profesi barunya itu, Cafaro pada awalnya menyebarkan selebaran jasa antre kepada sejumlah orang di jalan.

Namun kini, banyak peminat yang justru datang ingin menggunakan jasa perusahaannya, termasuk beberapa klien korporasi.

Ia kemudian menetapkan standar upah yang harus diberikan kepada mereka yang menggeluti profesi sebagai joki antre.

Nilai kontrak minimum sebesar US$10 bagi mereka yang berminat.

Bayaran tersebut belum termasuk dengan asuransi kecelakaan kerja yang mesti ditanggung perusahaan kepada codista.

"Ya siapa tahu misalnya nanti ada seorang codista yang jatuh dari tangga ketika mengantre," ujar dia.

Tak cuma itu, Cafaro bahkan memberikan pelatihan kepada setiap codista berdurasi kurang lebih 5 jam melalui Skype.

Kursus singkat itu termasuk untuk mempelajari berbagai urusan persyaratan antrean dokumen instansi pemerintah pusat dan daerah.

Apa yang dilakukan Cafaro dengan profesi dan perusahaan barunya itu seperti menjawab fakta yang ditemukan dari studi Codacons, sebuah asosiasi konsumen di Italia.

Menurut studi Codacons, rata-rata orang Italia menghabiskan waktu sekitar 400 jam dalam setahun hanya untuk berbaris di dalam antrean.

Periode yang terbuang itu setara dengan kerugian sebesar US$44 miliar setiap tahun.

Selama puluhan tahun, konglomerat di Italia bahkan mengupah orang hanya untuk mengantre membayar tagihan atau mengurus berbagai hal dengan pejabat pemerintah.

Betul bahwa pemerintah Italia telah mencoba menghilangkan berbagai antrean dengan memotong rantai birokrasi.

Salah satunya dengan membuka layanan publik online yang hanya membutuhkan nomor identitas tunggal.

Namun, ternyata hal itu tak cukup.

Panjangnya rantai birokrasi di instansi pemerintahan kerap amat kompleks sehingga membuat banyak orang tetap harus menunggu di antrean.

Belum lagi transaksi nontunai cenderung masih rendah di negara tersebut.

"Pembayaran tunai di Italia masih begitu marak dan umumnya orang masih enggan menggunakan kartu kredit atau kartu debit," kata Cafaro.

Menarik, saking panjangnya rantai birokrasi malah memberi peluang lahirnya inisiatif usaha inovatif seperti yang dijalankan Cafaro.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya