Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
PEMERINTAH perlu mengakselerasi serapan anggaran program percepatan ekonomi nasional (PEN) di masa adaptasi kehidupan baru. Berdasarkan data Kementerian Keuangan hingga 19 Agustus lalu, serapan PEN masih berada pada posisi 25,1% atau senilai Rp174,79 triliun.
Hal ini disampaikan anggota DPR RI, Puteri Komarudin dalam webinar bertema "Peran OJK dalam Pemulihan Ekonomi dan Ketahanan Sektor Jasa Keuangan," yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran Bandung, Kamis (27/8).
Baca juga: Wapres Ingin Serapan Anggaran Kesehatan Membaik
Putri merinci kekuatan APBN saat ini di antaranya untuk belanja kesehatan Rp7,36 triliun, perlindungan sosial Rp93,18 triliun, sektoral dan pemda Rp12,4 T triliun, insentif usaha Rp17,23 triliun, dukungan UMKM Rp44,63 triliun serta pembiayaan korporasi yang masih dalam proses finalisasi.
"Yang perlu diperhatikan adalah agar penyaluran berbagai stimulus ini diarahkan secara tepat sasaran dan tepat manfaat, sehingga dapat mencegah kontraksi lanjutan atas daya beli masyarakat," ujarnya.
Selama ini, dia menilai masih ditemukan permasalahan seperti target maupun peruntukan dari setiap kementerian. Selain itu, aspek pengawasan dan evaluasi secara berkala pun perlu terus ditingkatkan, terutama yang berkaitan dengan akurasi data dan perbaikan mekanisme penyaluran sehingga manfaatnya tepat sasaran.
"Langkah percepatan ini tentunya tetap harus dilakukan seefektif mungkin dan akuntabel," ujarnya. Putri menambahkan, pemerintah perlu mendorong percepatan belanja negara.
Per 31 Juli 2020, menurutnya belanja negara telah terserap 45,7% atau sekitar Rp1.252,4 triliun dari total belanja sebesar Rp2.739,2 T. "Menurut hemat saya, belanja dapat didorong dengan mengutamakan terlibatnya pelaku UMKM dalam pengadaan belanja pemerintah," katanya.
Di tengah pandemi, belanja pemerintah sangat diperlukan untuk mendorong permintaan bagi UMKM. Sehingga, percepatan belanja tidak hanya untuk mendorong serapan anggaran, namun juga diarahkan menjadi belanja berkualitas yang memberikan banyak efek terhadap pemulihan daya beli dan kapasitas usaha masyarakat.
Untuk menjaga kinerja UMKM, menurutnya sudah didukung regulasi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menerbitkan POJK Nomor 11 Tahun 2020 yang mengatur mengenai restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak.
Ketentuan ini juga memberikan keleluasaan untuk perbankan/perusahaan pembiayaan karena mendapatkan insentif untuk tidak membentuk pencadangan apabila kredit telah direstrukturisasi dalam kategori lancar.
Hingga 10 Agustus, menurutnya OJK mencatat restrukturisasi kredit perbankan terhadap debitur terdampak pandemi covid-19 mencapai Rp837,64 triliun yang berasal dari 7,18 juta debitur dari 100 bank. Realisasi restrukturisasi kredit bagi debitur segmen UMKM disalurkan kepada 5,73 debitur dengan nilai sebesar Rp353,17 triliun.
"Saya meminta OJK dan lembaga jasa keuangan untuk meningkatkan edukasi terkait relaksasi kredit sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Di samping itu, pengawasan di lapangan perlu ditingkatkan untuk mengantisipasi penyalahgunaan penagihan angsuran, apalagi hingga melibatkan tindak kekerasan," katanya.
Pemerintah dan OJK juga harus menyiapkan mekanisme pengaduan jika ditemukan lembaga pembiayaan yang masih menagih dengan melibatkan jasa penagih utang. "Pemerintah juga telah melakukan penempatan uang negara kepada Bank Himbara senilai Rp30 triliun yang diharapkan meningkatkan leverage penyaluran kredit minimal tiga kali lipat atas dana yang ditempatkan. Untuk mendukung pemulihan sektor UMKM, pemerintah juga memberikan subsidi bunga/margin untuk kredit/pembiayaan UMKM dalam rangka PEN," katanya.
Pada konteks pembangunan daerah, pemerintah pun telah mengalokasi anggaran untuk pemda melalui instrumen pinjaman daerah senilai Rp15 triliun sebagai bagian dari program PEN. Wabah pandemi jelas menekan kapasitas fiskal daerah dalam memenuhi sejumlah agenda prioritas seperti pembangunan infrastruktur dan konektivitas.
Penempatan uang negara pada sejumlah bank daerah tentunya dapat menambah likuiditas seiring berkurangnya penempatan kas daerah akibat tekanan pendapatan daerah.
Pada kesempatan yang sama Ketua ISEI Jawa Barat Aldrin Herwani menilai, langkah pemulihan ekonomi oleh pemerintah sebenarnya sudah tepat. Hanya saja pemerintah harus lebih fokus pada sektor riil.
"Semua yang direncanakan dan dikerjakan sudah on the track. Saya hanya berharap pemerintah lebih fokus pada sektor riil," katanya.
Aldrin mengatakan jika sektor riil kembali berjalan, sektor jasa
keuangan pun akan kembali menggeliat. Dia mengkhawatirkan kredit macet industri jasa keuangan akan melonjak tajam di akhir tahun ini jika sektor riil tidak kembali bergerak. (BY/A-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved