Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
PEMERINTAH berencana tidak memberi injeksi dana (bailout) langsung kepada bank yang terancam kolaps ketika perekonomian nasional dilanda krisis.
Hal itu termaktub dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang kemarin dibahas pemerintah bersama dengan Komisi XI DPR di gedung parlemen, Jakarta.
Dalam RUU JPSK, jelas Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, yang bertindak sebagai penyelamat bank kolaps ialah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Jika dana LPS tidak mencukupi, lembaga tersebut bisa 'me-minjam' uang pemerintah dengan bantuan Bank Indonesia (BI).
Caranya, pemerintah akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) di luar pagu anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
SBN itu kemudian dijual ke BI, dan dananya diteruskan ke LPS sebagai pinjaman.
"Karena pinjaman, uang itu harus dikembalikan LPS kepada pemerintah sehingga tidak ada uang negara yang hilang
"Kalau bailout, penerima manfaat tidak perlu mengembalikan uangnya karena tujuannya diselamatkan. Maka, kita tak berikan ke bank langsung, tapi ke LPS dengan konsekuensi LPS harus mengembalikan uang tersebut," papar Bambang.
Bagaimana kelak LPS akan mendapat dana untuk mengganti uang pemerintah, disebutnya sebagai urusan antara lembaga itu dan bank 'sakit' bersangkutan.
"Ya atur saja (kembali) dalam beberapa tahun. Tidak apa-apa lama, yang penting kembali," ucap Bambang.
Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar Achmadi Noor Supit mengungkapkan penetapan skema restrukturisasi bagi bank kolaps perlu diputuskan amat hati-hati.
Pasalnya, Indonesia punya pengalaman dengan mudahnya 'menghibahkan' uang negara di saat krisis moneter 1998 atau krisis mini 2008.
Dalam perjalannya, hanya sebagian saja dana penyelamatan yang kembali.
Bahkan, ada yang justru jadi beban berkepanjangan bagi negara.
Di kala krisis moneter 1998, misalnya. Pemerintah ketika itu menggulirkan program rekapitalisasi perbankan.
Dalam program tersebut, pemerintah menerbitkan obligasi rekap sebagai bagian dari penyertaan kepada bank-bank tertentu.
Imbal hasil yang dibayarkan pemerintah terhadap bank-bank pemegang obligasi diharapkan memperbaiki likuiditas mereka.
Nilai obligasi rekap yang diterbitkan melampui Rp400 triliun dengan tenor terpanjang hingga 2033.
Artinya, sampai kini pun pemerintah masih terus membayar bunga obligasi kepada bank-bank pemegangnya.
Ditentukan Presiden
Rapat dengar pendapat antara pemerintah, BI, Otoritas Jasa Keuangan, LPS, dan Komisi XI DPR diskors kemarin petang.
Pembahasan soal RUU JPSK rencananya dilanjutkan pada Jumat mendatang.
Menurut Supit, masih ada sejumlah isu yang perlu didalami, antara lain dana penyelenggaraan program restrukturisasi dan penggunaan APBN dalam dana penjaminan kepada LPS pada kondisi darurat.
Komisi XI juga menghendaki ada batasan dana yang bisa dipinjamkan ke LPS.
Di sisi lain, pemerintah dan Komisi XI sepakat penetapan situasi krisis ada di ta-ngan Presiden.
Presiden akan mendapat rekomendasi dari forum koordinator stabilitas sistem keuangan (FKSSK).
"Dalam keadaan darurat menyatakan peran krisis, Presiden bisa keluarkan perppu, tapi untuk apa kalau begitu UU ini? Itu masih dibahas," kata Supit. (E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved