Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Tinjau Ulang Aturan Rokok Murah dari Bea Cukai

(Ant/E-2)
09/6/2020 05:50
Tinjau Ulang Aturan Rokok Murah dari Bea Cukai
BEA CUKAI MUSNAHKAN BARANG SELUNDUPAN( ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/hp.)

ANGGOTA Komisi IX DPR Yahya Zaini menyayangkan munculnya fenomena rokok murah yang dijual di bawah harga banderol. Ia pun meminta agar aturan tentang cukai rokok ditinjau ulang. "Rokok murah ini jelas bertentangan dengan program perlindungan anak karena salah satu penyebab anak dan remaja merokok adalah harga rokok yang murah," kata Yahya, kemarin.

Ia menjelaskan aturan mengenai rokok murah itu tercantum di Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai No 37/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Dalam beleid tersebut, pemerintah membolehkan produsen rokok menjual produk mereka di bawah 85% dari harga jual eceran (HJE) atau harga banderol, sepanjang dilakukan di kurang dari separuh kantor wilayah pengawasan Kantor Bea Cukai seluruh Indonesia.

Dalam catatannya, produsen masih dapat menjual rokok murah dengan harga di bawah 85% harga banderol di lebih dari 49 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Zaini menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 152/2019, pemerintah sudah menetapkan harga jual rokok tidak boleh kurang dari 85% harga banderol pada bungkus rokok.

Sementara itu, di lapangan masih ditemukan harga di bawah itu. "Penetapan cukai rokok merupakan instrumen untuk mengendalikan konsumsi rokok. Karena itu, pemerintah selalu menaikkan tarif cukai rokok dari tahun ke tahun," ujar Zaini. Hal itu sejalan dengan langkah yang diambil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga.

Akhir Mei lalu, ia mendorong pelarangan promosi dan sponsor rokok untuk mencegah perokok anak di tengah peningkatan perokok pemula setiap tahunnya. "Kami mendorong agar segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor rokok dilarang secara tegas karena memengaruhi anak-anak kita. Jika tidak ada upaya serius, pada 2030 jumlah perokok anak akan mencapai 15,8 juta atau 15,91% (berdasarkan proyeksi Bappenas 2018)," kata Bintang, Minggu (31/5) lalu. (Ant/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya