Deflasi Lanjutan masih Terbuka Lebar

Jessica Sihite
02/3/2016 10:25
Deflasi Lanjutan masih Terbuka Lebar
(Dok.MI)

BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat selama Februari 2016, terjadi deflasi 0,09% dari posisi Januari 2016. Namun, jika dibandingkan dengan Februari 2015, terjadi inflasi 4,42%.

Kepala BPS Suryamin mencatat sejak 2010, Februari 2016 merupakan Februari kedua yang mencetak deflasi setelah Februari tahun lalu. Menurutnya, deflasi itu terutama disumbang oleh bahan makanan dan biaya perumahan, listrik, air, dan bahan bakar.

Sepanjang Februari 2016, harga bahan makanan tercatat turun 0,58% dari harga bulan sebelumnya. Biaya perumahan, air, listrik, dan bahan bakar juga turun 0,45%. "Artinya, pada Februari 2016, harga-harga cukup terkendali," ucap Suryamin saat konfrensi pers di Jakarta, kemarin.

Ia menerangkan penurunan tarif listrik pada Februari 2016 sebesar 3,95% mampu memberikan andil deflasi 0,14%. "Penurunan listrik nonsubsidi terjadi di 80 dari 82 kota indeks harga konsumen (IHK)."

Bawang merah menjadi penyumbang terbesar kedua deflasi bulan lalu. BPS mencatat harga bawang merah turun 13,22% di 70 kota dan disebabkan pasokan yang mulai meningkat. Selain itu, penurunan harga BBM jenis pertamax pada Februari 2016 juga memicu deflasi.

Ekonom dari Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih menilai dalam dua bulan mendatang, potensi terjadinya deflasi masih terbuka lebar. Dengan begitu, ia menilai daya beli masyarakat akan terbantu terkerek.

"Justru penurunan ini bisa membantu peningkatan daya beli masyarakat karena ada potensi ekonomi sedang membaik. Bedakan dengan deflasi karena resesi ekonomi," ucap Lana via sambungan telepon, kemarin.

Panen raya
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo berharap di bulan ini ada panen raya beras sehingga pada Maret-April peluang terjadinya deflasi kian terbuka.

"Karena pergeseran musim, panennya baru Maret sampai April. Juga Februari ini harga impor sayuran di pedagang besar turun. Jadi, kita masih punya prospek (deflasi) lah, tapi pemerintah tetap harus kendalikan harga agar tetap terjaga," imbuh Sasmito.

Lana pun berpendapat sama. Ia menilai panen raya yang diperkirakan terjadi pada Maret-April bakal menjadi motor fenomena deflasi hingga bebeĀ­rapa bulan mendatang. "Panen raya itu potensi deflasinya besar, asal tidak ada tekanan dari pelemahan rupiah."

Tak cuma dari sektor pangan, potensi deflasi juga diperkirakan datang dari sektor listrik dan BBM. Terlebih, mulai 1 Maret 2016, PT PLN kembali menurunkan tarif listrik bagi industri dan bisnis. Dua belas golongan tarif yang mengikuti mekanisme tariff adjustment, turun Rp26-Rp41 per Kwh dari posisi Februari 2016. Penurunan tarif listrik terutama disebabkan penurunan harga minyak (ICP).
Pada hari serupa, Pertamina juga menurunkan harga BBM pertalite dan pertamax Rp100-Rp200 per liter.

Di tempat terpisah, Wapres Jusuf Kalla justru berharap deflasi tidak berlanjut berkepanjangan. "Deflasi tidak selalu baik. Deflasi 2-3 bulan justru berbahaya karena menunjukkan penuruman permintaan." (Tes/Pol/*/E-1)

jessica@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya