Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis bahwa neraca perdagangan Indonesia pada bulan Maret 2020 mengalami surplus sebesar US$743 juta. Jika dilihat dari Triwulan-I 2020, neraca perdagangan juga surplus sebesar US$ 2,62 miliar. Namun kenaikan impor perlu diwaspadai.
Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan bahwa posisi ini jauh lebih bagus dibandingkan Triwulan-I 2019. Ketika itu, neraca perdagangan Indonesia defisit sebesar US$62,8 juta.
"Posisi ini tentunya sangat menggembirakan, tapi kita perlu mewaspadai komposisi impor di Indonesia," ungkapnya melalui video conference, Rabu (15/4).
Menurut Suhariyanto, nilai impor Indonesia pada Maret 2020 memang naik 15,60% dibandingkan Februari 2020 atau telah mencapai US$13,35 miliar. Sementara itu, apabila dibandingkan dengan Maret 2019, nilai impor naik tipis sebesar 0,75%.
Hal ini terlihat dari impor nonmigas pada Maret 2020 yang mencapai US$11,74 miliar atau naik 19,83% dibanding Februari 2020. Namun jika dibandingkan Maret 2019 turun 1,56%.
"Sedangkan impor migas Maret 2020 mencapai US$1,61 miliar, turun 8,07% dibanding Februari 2020. Sebaliknya meningkat 5,64% jika dibandingkan Maret 2019," lanjut Suhariyanto.
Bila dilihat dari golongan barang non migas HS 2 digit, peningkatan impor terbesar pada Maret 2020 dibanding Februari 2020 terjadi pada golongan mesin dan perlengkapan elektrik sebesar US$422,8 juta (35,60%), sedangkan penurunan terbesar terjadi pada golongan mesin dan peralatan mekanis sebesar US$97,5 juta (5,09%).
Selain itu, tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Triwulan-I 2020 ditempati oleh Tiongkok dengan nilai US$8,91 miliar (26,34%), Jepang dengan nilai US$3,60 miliar (10,63%), dan Thailand dengan nilai US$2,26 miliar (6,67%).
"Impor nonmigas dari ASEAN sebesar US$7,16 miliar (21,18%), sementara dari Uni Eropa sebesar US$2,61 miliar (7,72%)," ujarnya. (E-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved