Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
ADA yang tak biasa di bisnis pangan kedelai. Ketika pelaku komoditas pangan lain menginginkan pengurangan, bahkan penghentian impor, pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) justru meminta pemerintah untuk tidak mengganggu siklus perdagangan kedelai impor.
Para produsen kedelai itu khawatir harga kedelai bakal naik bila pemerintah tiba-tiba mengurangi atau bahkan menyetop impor kedelai. Usut punya usut, rupanya jenis kedelai lokal kurang diminati para perajin tempe dan tahu.
Mengapa? Direktur Eksekutif Akindo Yus'an mengatakan kualitas kedelai lokal tidak bisa bersaing dengan kedelai impor dari Amerika Serikat, Brasil, dan Argentina. "Habitat kedelai di negara subtropis, seperti tiga negara itu. Ini perlu perhatian, kedelai bukan tanaman tropis," tukas Yus'an saat berdiskusi dengan media di Jakarta, Jumat (19/2).
Selain itu, jumlah produksi kedelai lokal jenis Aram II pada tahun lalu hanya 983 ribu ton. Padahal, kebutuhan kedelai para perajin tempe dan tahu mencapai sekitar 1,8 juta ton per tahun. Pada 2015, kata Yus'an, kedelai impor yang masuk mencapai 2,26 juta ton. Namun, kendati kedelai lokal kurang diminati, Yus'an mengklaim seluruh kedelai lokal sudah terserap oleh pasar. "Sejauh ini kedelai lokal tidak ada yang tidak terserap oleh pasar. Seluruh produk kedelai lokal selama ini sudah diproses," cetusnya.
Terkait dengan proses impor, ia secara khusus menyoroti adanya wacana perluasan wewenang Perum Bulog. Ia mengaku khawatir nantinya impor kedelai hanya bisa dilakukan BUMN tersebut. Selama ini perusahaan importir sudah membeli kedelai dengan harga efisien dan tidak ada kartel di dalam perdagangan kedelai. Kini, harga kedelai di tingkat gudang importir Rp6.170 per kg.
"Kalau mau diserahkan ke Bulog, di Bulog harus selalu ada. Dengan perusahaan importir, kita harapkan ada kerja sama," tukas Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin saat dihubungi, Jumat (20/2).
Pangkas kuota
Di lain sisi, pemerintah melalui Kementerian Pertanian tidak menyangkal adanya rencana pemerintah memangkas kuota impor kedelai. Hal itu dilakukan untuk memperbaiki harga jual eceran kedelai di pasar yang saat ini dinilai petani terlalu murah.
"Petani itu kami beri bibit, kami beri pupuk tetap tidak mau menanam kedelai karena harganya terlalu murah, sekilo cuma Rp4.000, paling banyak satu kali panen cuma dapat Rp6 juta," ungkap Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Hasil Sembiring saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (20/2).
Harga kedelai yang rendah, menurut Hasil, disebabkan bombardir impor kedelai, terutama dari AS. Celakanya, kedelai impor itu lebih digandrungi lantaran bentuk dan kualitasnya yang lebih baik.
"Memang tidak bisa dibandingkan petani kita dengan petani Amerika, saya pernah tinggal dan kerja di sana jadi saya tahu, mereka memang teknologi pertaniannya tinggi," cetus Hasil. "Namun, bukan berarti kita harus mematikan semangat petani lokal untuk menanam kedelai. Nanti kita tergantung terus pada kedelai impor," pungkasnya. (Fat/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved