Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
KEMENTERIAN Perhubungan (Kemenhub) batal melarang diskon tarif angkutan online karena keputusan itu diambil setelah pihak Kemenhub berkonsultasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) beberapa waktu lalu.
Anggota komisioner KPPU, M. Afif Hasbullah, membenarkan bahwa pihaknya telah bertemu dengan Kemenhub untuk membahas diskon tarif angkutan online.
Baca juga: Kepala Bappenas Pastikan Pemindahan Ibu Kota Tak Bergantung APBN
"Memang sempat ada permintaan masukan dari KPPU. Namun sifatnya baru pembahasan draf Permenhub (Peraturan Menteri Perhubungan) mengenai promosi ojol itu," kata M. Afif kepada Media Indonesia, Rabu (26/6).
Afif menambahkan, KPPU memberi masukan bahwa penegakan hukum predatory pricing telah mengacu pada UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli. Oleh karena itu, tanpa adanya peraturan baru, diskon yang mengarah pada predatory pricing akan menjadi urusan KPPU.
"Tanpa diatur dalam Permenhub pun, seandainya adanya diskon atau promosi tadi mengindikasikan predatory pricing, KPPU pasti akan turun tangan," jelasnya.
Namun, dia mengungkapkan, belum ada laporan dari masyarakat terkait diskon angkutan online, sehingga saat ini KPPU masih sekedar melakukan pemantauan. "Kalau semacam penelitian, belum. Namun bukan berarti kami tidak memantau loh ya," terangnya.
Sedangkan, terkait adanya indikasi predatory pricing, hanya dapat diputuskan dalam persidangan. Namun dia menilai, tarif yang sangat minim, bahkan gratis memang bisa berpotensi terjadi predatory pricing.
Selain itu, predatory pricing dinilainya juga menimbulkan monopoli dalam dunia usaha. "Bisa saja, kalau perang tarif memang diniatkan kearah menyingkirkan pesaing. Intinya, pelanggaran dapat terjadi dalam suatu persaingan harga bila terdapat pelaku usaha yang ingin membuat pelaku usaha lainnya keluar dari pasar," tandasnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved