Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
DIREKTUR Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menerangkan besaran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk 2019 belum final. Pasalnya pemerintah dengan DPR baru akan mengambil keputusan dalam 2 pekan ke depan.
"Nanti pembahasan subsidi BBM akan dibahas di Banggar dan Komisi VII RPR untuk membicarakan kebijakan di 2019," terangnya kepada Media Indonesia, Selasa (11/9).
Dengan demikian, kata dia, berapa jumlah uang negara yang akan digunakan untuk menanggung subsidi belum bulat. Tidak hanya itu, potensi selisih harga yang dibebankan kepada Pertamina ketika nantinya harga minyak dunia naik pun masih membutuhkan diskusi mendalam.
"Ya nanti bahas final di DPR dalam 1-2 minggu ke depan ini," pungkasnya.
Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengusulkan anggaran dalam RAPBN 2019 untuk subsidi total Rp1.500 sampai Rp2.000 per liter. Sementara jumlah subsidi solar 14,5 juta kilo liter solar.
Menurut dia, usulan tersebut didasarkan pada asumsi makro dan nilai tukar yang sukit diprediksi. Kemudian untuk jumlah kuota solar bersbusidi ssbanyak 14,5 juta kilo liter dan LPG 3 kg.
"Untuk LPG agak naik dari 6,450 juta ton di APBN 2018 menjadi 6,978 juta ton dengan asumsi penggunaan ke wilayah timur," katanya.
Jonan menerangkan volume BBM bersubsidi juga mempertimbangkan perluasan B20. Selain solar, kuota BBM bersubsidi juga masih memasukan minyak tanah yakni 0,61 juta kilo liter.
"Sehingga total subsidinya dalam RAPBN 2019 yaitu sebesar 15,11 juta kilo liter," tutupnya. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved