Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Ketika Kepatuhan Bayar Pajak Meningkat

Raja Suhud
16/8/2018 04:30
Ketika Kepatuhan Bayar Pajak Meningkat
(MI/RAMDANI)

HASIL survei kepatuhan pajak yang diselenggarakan Centre for Indonesia Taxation Analysis (CITA) dan Pusat Data dan Analisis Tempo (PDAT)  menyebutkan bahwa inisiatif membayar pajak sudah cukup baik.

“Sebanyak 92% responden sudah proaktif dalam mencari informasi mengenai perpajakan. Sebanyak 90% responden juga mengaku bahwa mereka sudah patuh,” kata Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo dalam acara Rembuk Pajak di Gedung Dhanapala, Jakarta, Senin (6/8).

Survei tersebut dilaksanakan dalam jejaring (online) pada 6-30 Juni 2018 dengan melibatkan 1.926 wajib pajak sebagai responden. Survei ini bertujuan menggali pandangan wajib pajak tentang kepatuhan, keadilan, dan efi siensi pelayanan pajak.

Respondennya ialah para CEO BUMN, swasta, dan pemilik usaha yang berasal dari 30 provinsi. Hasil survei menyimpulkan inisiatif membayar sudah cukup tinggi, terutama dalam hal mencari informasi terkait dengan pajak, berkonsultasi, dan mengalokasikan dana untuk pajak. Namun, kepatuhan tersebut ternyata bersyarat.

Misalnya, sebagian besar responden akan melaporkan SPT dan membayar pajak dengan jujur apabila sistem politik demokratis dan adanya transparansi publik dalam alokasi penggunaan dana pajak. “Sebagian besar responden menilai transparansi alokasi dana pajak, sistem demokratis, dan proses pemeriksaan menjadi faktor sosial paling berpengaruh,” ujar Yustinus.

Hasil survei juga menunjukkan kurang lebih 50% perusahaan menganggap pajak belum adil dalam hal besaran manfaat yang diterima kejumlah pajak yang dibayarkan. Secara umum, pemahaman terhadap penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion) juga cukup baik. Sebagian besar perusahaan memahami bahwa penghindaran pajak tidak boleh dilakukan, serta tidak boleh mencurangi jumlah besaran pajak.

“Kurang lebih 90% responden menganggap bahwa praktik tax avoidance dan tax evasion merupakan tindakan yang negatif,” kata Yustinus.


Teknologi jadi tantangan

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perkembangan teknologi dan globalisasi memberikan tantangan bagi pengumpulan penerimaan negara melalui perpajakan. Sri Mulyani mengatakan salah satu bentuk tantangan pengumpulan pajak yang dimunculkan akibat perkembangan teknologi tersebut menyangkut bisnis dalam jejaring (online).

Dalam menghadapi hal tersebut, Menkeu mengatakan pihaknya telah menjalin komunikasi dengan para pembuat platform bisnis dalam jejaring. Sri Mulyani mengaku sudah menjalin komunikasi dengan perusahaan-perusahaan rintisan di Indonesia yang menyandang status unicorn atau yang mempunyai valuasi lebih dari US$1 miliar .

Ia menyebutkan bahwa perusahaan unicorn di Indonesia sudah menyatakan akan patuh dalam hal perpajakan seperti pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pembayaran pajak penghasilan (PPh).

Namun, lanjut Sri Mulyani, otoritas pajak juga diminta untuk memperhatikan pelaku usaha dalam jejaring yang menjual barang dagangan secara individual melalui akun media sosial seperti Instagram.

“Saat ini terjadi perubahan di perpajakan karena aspek teknologi. Negara harus bersatu dalam menghadapi perubahan yang cepat tersebut,” kata dia. Sri Mulyani juga mengatakan bahwa pemajakan terhadap ekonomi digital tersebut sudah menjadi pembahasan di G-20 atau kelompok 20 ekonomi utama.

“Kita tidak bisa menjadi negara yang late comer saat semua negara lain sudah bergerak,” kata dia. Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak periode Januari-Juli 2018 sebesar Rp687,17 triliun atau 48,26% dari target Rp1.424 triliun hingga akhir 2018.

“Januari sampai Juli 2018 pertumbuhannya 14,36% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Angka ini lebih baik dari semester I 2018 yang tumbuh 13,99% (yoy),” jelas Dirjen Pajak Robert Pakpahan.

Pertumbuhan penerimaan pajak sampai dengan Juli 2018 ditopang jenis-jenis penerimaan pajak yang berasal dari aktvitas impor dan produksi. Pertumbuhan positif itu ditopang pajak penghasilan (PPh) nonmigas yang tumbuh sebesar 14,4%, PPh migas naik 14,21%, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) 14,26%, serta pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya tumbuh 14,48%.

Dari sisi jenis pajak, pertumbuhan PPh Pasal 21 periode Januari-Juli 2018 tercatat sebesar 16,13%(yoy). Pencairan tunjangan hari raya dan gaji ke-13 menjadi faktor utama peningkatan tersebut. (E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya