Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Hadapi Perang Dagang, Pemerintah Perlu Serang Balik

Andhika Prasetyo
08/7/2018 18:25
Hadapi Perang Dagang, Pemerintah Perlu Serang Balik
Presiden Jokowi dan Presiden Trump di Jerman, Juli 2017.(AFP/Saul Loeb)

PEMERINAH harus mulai mengantisipasi dampak dari upaya perang dagang yang dilemparkan Amerika Serikat (AS). President of ASEAN International Advocacy Shanti Shamdasani menilai, sudah semesetinya pemerintah memberikan perlawanan sebagai reaksi terhadap serangan yang dihadirkan ‘Negeri Paman Sam’.

AS telah mengeluarkan ancaman untuk menghentikan perlakuan khusus kepada 124 komoditas yang mereka impor dari Indonesia. Langkah itu dilakukan karena Indonesia memiliki surplus neraca dagang terhadap negara adidaya tersebut.

Menurut Shanti, salah satu serangan balik yang bisa dilakukan ialah dengan menerapkan hambatan nontarif (non tariff barrier/NTB) terhadap produk-produk yang didatangkan dari AS, seperti produk-produk elektronik, kedelai, gandum dan lain-lain.

Pengendalian itu, lanjut Shanti, idealnya berupa regulasi yang sah berdasarkan aturan main internasional dan World Trade Organization. Di antaranya, aturan teknis dan standar untuk menjaga mutu, pencegahan, pencemaran, keselamatan kerja dan lingkungan, serta moralitas masyarakat.

Kendati demikian, ia mengatakan pemerintah harus memiliki rencana lanjutan jika akan menerapkan kebijakan tersebut. Pasalnya, AS bisa semakin geram dan menutup akses pasar kepada Indonesia.

“Kita harus belajar dari Tiongkok, Jerman, bagaimana sikap mereka ketika AS bersikap seperti itu. Mereka mencari pasar baru. Barang-barang yang tidak bisa diekspor ke AS, dijual ke pasar lain,” ujar Shanti kepada Media Indonesia, Minggu (8/7).

Indonesia, yang kini tengah mengerjakan Free Trade Agreement dengan beberapa negara dianggap memiliki sedikit peluang yang bagus. Tetapi, ia mengingatkan, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan pasar-pasar baru di Afrika. Indonesia harus memiliki pasar yang lebih besar jika ingin mengesampingkan AS dari daftar kerabat kerja sama dagang.

“Afrika itu tidak begitu besar. Ekonomi mereka tidak cukup kuat untuk menghidupi pasar ekspor indonesia. Harus bisa ditambah dari Timur Tengah dan perluasan di Uni Eropa. Tetapi itu juga pasti butuh waktu untuk proses hukum, business matching dan sebagainya,” papar Shanti. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Anata
Berita Lainnya