Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Pemerintah Tunggu Momentum Bahas Perdagangan dengan AS

Andhika Prasetyo
08/7/2018 20:28
Pemerintah Tunggu Momentum Bahas Perdagangan dengan AS
(ANTARA)

MENTERI Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan masih menunggu momentum untuk duduk bersama mendisuksikan kerja sama dagang dengan pihak Amerika Serikat. Ia mengatakan pemerintah Indonesia terus melakukan komunikasi secara aktif untuk menindaklanjuti berbagai isu yang bisa memengaruhi hubungan kedua negara.

“Kami selalu komunikasi, surat-suratan. Sekarang kita lagi tunggu, mari kita duduk. Diskusi masih diatur jadwalnya tetapi belum tau waktunya,” ujar Enggar usai menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) Perumusan Strategi dan Kebijakan Menghadapi Dampak Trade War dan Kenaikan Tingkat Bunga AS di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Minggu (8/7)

Rakor yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution itu juga dihadiri Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Pariwisata Arief Yahya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong.

Enggartiasto mengatakan setiap pihak diminta untuk menyiapkan bahan terkait kebijakan dan kinerja ekspor dan impor untuk dibahas bersama Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (9/7).

Sebelumnya, Enggartiasto mengatakan pemerintah telah mengirimkan Duta Besar RI untuk AS guna melakukan perundingan dan mencoba meyakinkan pemerintah Negeri Paman Sam untuk terlebih dulu duduk bersama membahas hal-hal yang perlu dibicarakan.

“Karena pada dasarnya kami tidak setuju dengan perang dagang. Semua pihak akan mengalami kerugian. Saya lebih senang ada kolaborasi," ucapnya.

Ketegangan perdagangan antara Indonesia dan AS bermula ketika negara adidaya itu mengancam untuk menghentikan perlakuan khusus terhadap 124 komoditas yang diimpor dari Tanah Air.

AS tengah mengevaluasi generalized system of preference (GSP) atau sebuah sistem pembebasan bea masuk yang diberikan ke produk-produk asal Indonesia seperti beberapa di antaranya kayu, triplek dan kapas. Langkah tersebut dilakukan menyusul terjadinya defisit neraca dagang AS atas Indonesia.

Enggartiasto mengakui bahwa Indonesia memang memiliki neraca dagang yang surplus terhadap AS. Namun, menurutnya, itu bukan seharusnya tidak dijadikan alasan bagi sebuah negara untuk kemudian mendeklarasikan perang dagang dengan negara lain. Terlebih, selama ini terdapat perbedaan penghitungan surplus-defisit antara kedua negara.

"Untuk awal ini kami sudah mengirimi surat. Kami sampaikan ada perbedaan angka. Hitungan kita, surplus Indonesia dari AS itu AS$9 miliar, sementara mereka menghitung ada defisit sampai AS$13 miliar. Ini harus dipastikan dulu," tuturnya.

Adapun, Direktur Jedneral Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, jika pemerintah AS benar-benar menghentikan kebijakan pembebasan bea masuk, Indonesia jelas akan mengalami kerugian.

“Harganya kan menjadi naik, produk kita bisa jadi kurang kompetitif,” ucap Oke yang juga menghadiri rapat yang hampir berlangsung selama empat jam itu.

Dalam kesempatan berbeda, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman menilai sikap saling membutuhkan antara Indonesia dan AS akan membuat dua negara tidak akan terlalu keras dalam menerapkan kebijakan perang dagang.

Indonesia memiliki banyak produk yang dibutuhkan AS seperti ikan, udang, teh dan kopi. Sebaliknya, Negeri Paman Sam juga membantu industri dalam negeri dengan mengirimkan bahan pangan seperti kedelai, gandum dan terigu.

“Industri agro dan pangan kita saling melengkapi. AS membutuhkan Indonesia dan juga sebaliknya,” ujar Adhi.

Kendati demikian, menurutnya, hal itu tidak boleh membuat pemerintah lengah. Ia mengatakan pemerintah tetap harus waspada. Jangan sampai, komoditas-komoditas AS yang tidak masuk ke Tiongkok dan juga sebaliknya, luber ke Indonesia sehingga pada akhirnya menekan produk-produk lokal. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Anata
Berita Lainnya