Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Pelanggaran Freeport Berat, Penyelesaian tidak Bisa Cepat

Tesa Oktiana Surbakti
05/7/2018 21:34
Pelanggaran Freeport Berat, Penyelesaian tidak Bisa Cepat
(Antara)

PERSOALAN izin lingkungan menjadi salah satu kendala negosiasi perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI). Proses penyelesaiannya akan makan waktu karena pelanggaran yang dilakukan perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu banyak.

"Sudah jelas ya, PTFI punya problem berat di lingkungan dan kehutanan. Di kehutanan itu terkait lokasinya. Memang proses izin pinjam pakai kehutanan (IPPKH) itu ada hambatan sedikit di pemerintah daerah dan pemerintah provinsi. Itu pasti up and down. Karena pinjam pakai ini kan harus ada rekomendasi gubernur," tutur Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar usai rapat koordinasi di Kemenko Bidang Perekonomian, Kamis (5/7).

Kementerian LHK telah melakukan pemeriksaan mengenai seluruh aspek perizinan lingkungan PTFI pada September 2017 lalu. Dari hasil pemeriksaan, lanjut Siti, pihaknya telah mengeluarkan sanksi kepada PTFI untuk menyelesaikan 37-40 pokok permasalahan terkait perizinan dan aktivitas pertambangan.

Sejauh ini, PTFI telah merampungkan 30 persoalan. Persoalan terberat menyangkut proses pembuangan limbah tambang atau tailing sekitar 250 ribu ton per hari, termasuk IPPKH yang harus diselesaikan.

"PTFI harus memperbaiki teknik atau cara pekerjaannya yang harus disesuaikan dengan izin AMDAL. Yang terberat adalah persoalan tailing-nya Freeport itu yang mencapai 250 ribu ton per hari. Jadi dalam satu jam kira-kira dikeluarkan 10 ribu ton," papar Siti.

Beratnya persoalan lingkungan yang dihadapi PTFI, kata Siti, harus mendapat bantuan dari pemerintah dengan kebijakan pendukung. "Misal Freeport punya teknologi apa (untuk menyelesaikan persoalan tailing), nah kebijakan kita apa. Kan bisa jadi dibuat roadbase untuk jalan. Kalau itu untuk jalan berarti Menteri PUPR dan Menteri LHK mesti duduk bareng. Bagaimana standar ngeberesinnya. Jadi hal itu sekarang sedang diselesaikan, jadi tidak ada masalah," kata Siti.

Menurutnya persoalan yang terjadi merupakan dampak dari karut marut perizinan dan pembiaran dari pemerintah di masa lalu. "Dulu kan pemerintahnya ngebiarin (dengan) ngelonggarin. Berarti sekarang pemerintahnya harus bantu. Misalnya, bantu melalui kebijakan-kebijakan selanjutnya," tukasnya. Apabila PTFI menyodorkan teknologi untuk menyelesaikan persoalan tailing, kata Siti, pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang suportif, termasuk aspek infrastruktur.

Dengan adanya kesepakatan pemerintah pusat untuk memberikan 10% saham PTFI kepada Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika, Siti optimistis persoalan rekomendasi IPPKH untuk wilayah pertambangan dapat menemui titik cerah.

"Ketika interaksinya tidak baik, gubernurnya maju mundur juga (dalam memberikan rekomendasi izin). Kemarin kita dapat kabar pemerintah provinsi dan pemerintah daerah dapat saham. Itu akan menolong," imbuhnya.

Kementerian LHK memberikan PTFI masa transisi selama enam bulan, terhitung dari Mei 2018 lalu, untuk menyelesaikan sisa persoalan yang telah dievaluasi. Negosiasi antara pemerintah dan PTFI yang mencakup divestasi saham 51%, ditargetkan rampung dalam waktu dekat.

Siti memberikan sinyal bahwa penyelesaian aspek lingkungan maupun perizinan lahan, dapat dilanjutkan pasca-Indonesia resmi mengambil alih saham PTFI. Terpenting tim negosiasi yang meliputi pemerintah, PTFI maupun PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) sebagai induk holding BUMN tambang, menyatakan komitmen kuat.

"Kebijakannya terserah bagaimana. Sebetulnya yang paling penting adalah kepastian penyelesaian dari aspek lingkungan. Saya yakin pasti selesai. Jadi (isu tailing misalnya) juga kebawa, tidak bisa ditinggalin. Pemerintahnya kan harus ikutan (bantu)," tandas dia. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Anata
Berita Lainnya