Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi kembali mengurangi kewenangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam urusan mengawasi kebijakan daerah. Putusan Mahkamah Konstitusi yang jatuh pada Rabu (14/6) membuat Kemendagri kehilangan wewenang mencabut Perda provinsi.
Mendagri Tjahjo Kumolo pun tak bisa menyembunyikan rasa kecewa karena akan semakin sulit baginya sebagai pihak pemerintah pusat yang mengawasi kebijakan daerah untuk mencabut perda yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat atau perda yang merugikan masyarakat.
"Dengan keputusan MK yang final dan mengikat, Kemendagri tentu akan ada kesulitan dalam mengawasi dan mengendalikan Perda-perda. Kami sangat menyayangkan keputusan ini," kata Tjahjo dalam pesan singkatnya pada awak media, Rabu (14/6) malam.
Tjahjo pun mengungkapkan bahwa kebijakan daerah harus satu nafas dengan kebijakan pemerintah pusat serta tidak boleh merugikan sisi masyarakat. Namun, adanya keputusan ini akan membuat pihaknya kesulitan melakukan hal tersebut.
Terlebih lagi, untuk mencabut sebuah Perda, kini pihaknya harus menempuh langkah hukum melalui gugatan ke Mahkamah Agung yang membutuhkan proses lebih lama.
"Kalau tidak ada pengawasan pasti Perda-perda dikhawatirkan bertentangan dengan keputusan atau kebijakan pemerintah pusat. Karena program kebijakan strategis pusat prinsipnya harus bisa terlaksana di daerah dan program daerah harus selaras dengan progranm pusat sesuai dengan sikon budaya dan geografis kebutuhan masyarakat di daerah," ujarnya.
Untuk itu, Tjahjo menyatakan Kemendagri akan memperkuat sisi pengawasan melalui evaluasi Perda yang nantinya akan diajukan oleh pemda ke Kemendagri setelah ada kesepakatan antara Pemda dengan DPRD pascapenyusunan dan pembahasan Perda.
Meski kehilangan wewenang mencabut perda, Kemendagri tetap berwenang untuk mengkaji Perda yang baru disusun oleh Pemda dan juga berwenang untuk meregistrasi Perda tersebut.
Selain itu, untuk memperkuat pengawasan, Kemendagri akan memperkuat tataran pelatihan penyusunan Perda.
"Kemendagri akan perkuat terkait fasilitasi, penerbitan nomor registrasi perda, mengintensifkan pelatihan penyusunan Perda," tukasnya.
Putusan MK ini merupakan putusan atas uji materi Nomor 56/PUU-XIV/2016 terkait pembatalan Perda oleh gubernur dan menteri.
Pemohon mengajukan uji materi terhadap Pasal 251 Ayat 1, 2, 7 dan 8 UU Nomor 23 Tahun 2014. Dengan adanya putusan MK ini, maka Menteri Dalam Negeri tidak lagi bisa mencabut perda provinsi. MK dalam pertimbangannya mengacu pada Putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015 yang diterbitkan pada 5 April 2017 lalu.
Dalam putusan Putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015 itu disebutkan bahwa Pasal 251 Ayat 2, 3, dan 4 UU Pemda sepanjang mengenai perda kabupaten/kota bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam putusan itu juga MK menyatakan, demi kepastian hukum dan sesuai dengan UUD 1945 menurut Mahkamah, pengujian atau pembatalan perda menjadi ranah kewenangan konstitusional Mahkamah Agung.
"Oleh karena dalam Pasal 251 Ayat 1 dan Ayat 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengatur mengenai pembatalan perda provinsi melalui mekanisme executive review maka pertimbangan hukum dalam Putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015, bertanggal 5 April 2017 berlaku pula untuk permohonan para pemohon a quo, sehingga Mahkamah Berpendapat, Pasal 251 Ayat 1 dan 4 UU 23/2013 sepanjang frasa 'Perda Provinsi dan' bertentangan dengan UUD 1945," demikian bunyi putusan MK, Rabu (14/6).
Sebelumnya dalam putusan Putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015, bertanggal 5 April 2017, MK juga telah mencabut wewenang Kemendagri serta gubernur untuk bisa membatalkan Perda yang diterbitkan oleh pemerintah kota atau kabupaten.
Sebelum adanya putusan tersebut, Perda kabupaten atau kota bisa dibatalkan melalui keputusan gubernur atas persetujuan Mendagri dan melalui keputusan Mendagri secara langsung. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved