Industri Garam Rakyat Tunggu Kehadiran Pemerintah

Antara
14/6/2017 10:04
Industri Garam Rakyat Tunggu Kehadiran Pemerintah
(MI/Ghozi)

KETERSEDIAAN garam secara nasional masih menjadi masalah yang belum ada solusinya hingga saat ini. Untuk memenuhi kebutuhan garam nasional pemerintah masih harus melakukan impor. Tidak jarang kebijakan ini menggerus keberadaan garam lokal yang dalam produksi belum didukung teknologi memadai.

Menurut Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim di Jakarta, Rabu (14/6), dalam mengimpor garam pemerintah seharusnya tidak mengorbankan jerih payah petambak (garam) di berbagai daerah. "Adanya impor garam mencerminkan minusnya keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan petambak garam di Indonesia," katanya.

Yang lebih memprihatinkan lagi, kisruh importasi garam baru-baru ini terjadi di PT Garam (Persero). Polri telah memeriksa sebanyak 22 orang saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana penyimpangan importasi dan distribusi garam industri sebanyak 75.000 ton.

Puluhan saksi tersebut berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perdagangan, PT Garam dan dari perusahaan garam yang membeli garam dari PT Garam.

Achmad Boediono yang merupakan Dirut PT Garam (Persero) telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana penyimpangan importasi dan distribusi garam industri sebanyak 75.000 ton.

Lebih lanjut Abdul Halim mengingatkan bahwa pengendalian impor komoditas garam sudah tertuang dalam UU No 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. Menurut dia, cuaca dan iklim merupakan faktor penting dalam produksi garam domestik di berbagai daerah sehingga pemerintah harus benar-benar hadir untuk bisa mengatasi tantangan produksi garam tersebut.

Sebelumnya, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati mengatakan, tindakan tersangka itu melanggar Peraturan Menteri Perdagangan 125 tahun 2015 tentang Ketentuan Importasi Garam.

Dalam regulasi tersebut jelas tertuang bahwa importir garam industri dilarang memperdagangkan atau memindahtangankan garam industri kepada pihak lain. "Dampaknya sekitar tiga juta petambak garam, baik laki-laki dan perempuan menjadi semakin sulit bersaing di pasar nasional dan semakin terpuruk," kata Susan.

Dia mengungkapkan, padahal permasalahan substansi yang dihadapi petambak garam Indonesia sendiri sangat banyak, antara lain minimnya sarana dan prasarana di tambak garam. Kemudian, buruknya akses air bersih dan sanitasi di tambak garam, serta minimnya intervensi teknologi berbiaya murah untuk produksi dan pengolahan garam tersebut.

Permasalahan lainnya adalah besarnya peran tengkulak di dalam rantai distribusi dan pemasaran garam, serta rendahnya harga garam.(OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya