Menteri ATR Akui Masih Ada Tumpang Tindih Lahan di Kalimantan

Achmad Zulfikar Fazli
13/6/2017 18:30
Menteri ATR Akui Masih Ada Tumpang Tindih Lahan di Kalimantan
(Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

MENTERI Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil mengakui masih ada tumpang tindih pemanfaatan lahan di Kalimantan. Namun, jumlahnya tinggal dua dari 80 peta tematik.

"Tumpang tindih antara kawasan hutan dengan perkebunan, antara perkebunan dan pertambangan, pada hakikatnya dari sekian banyak peta tematik, Kalimantan tinggal dua yang belum beres," kata Sofyan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (13/6).

Tidak hanya itu, kata Sofyan, masih ada juga yang belum selesai, misalnya batas wilayah, tumpang tindih batas desa, batas kabupaten. Kemudian, masih ada kekosongan dari tata ruang karena ada beberapa rekomendasi perlu tindakan dari kemendagri, Kementerian ATR dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian itu menilai masalah ini terjadi karena kebakaran hutan. Hal itu membuat Presiden Joko Widodo memerintahkan jajarannya untuk fokus menyelesaikan masalah ini di Kalimantan, Riau, dan Jambi.

Masalah lain, kata dia, adanya proses hukum yang masih banyak terjadi di Kalimantan. "Sengketa banyak sekali terjadi di sana, tumpang tindih," ucap dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta kepada anak buahnya untuk mempercepat pelaksanaan kebijakan satu peta atau one map policy. Kebijakan satu peta ini dinilai mampu menyatukan seluruh informasi dari berbagai sektor.

"Kebijakan satu peta ini sangat penting, dan dibutuhkan untuk menyatukan seluruh informasi peta yang diproduksi oleh berbagai sektor ke dalam satu peta secara terintegrasi," kata Jokowi dalam pengantar rapat terbatas mengenai perkembangan kebijakan satu peta di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (13/6).

Menurut dia, kebijakan ini juga mampu menghilangkan perbedaan dan tumpang tindih informasi geospasial. Sehingga, ke depannya akan hanya ada satu referensi geospasial yang menjadi pegangan dalam pembuatan kebijakan strategis maupun penerbitan perizinan.

"Saya yakin kebijakan satu peta akan mempermudah penyelesaian konflik yang timbul akibat tumpang tindih pemanfaatan lahan serta membantu penyelesaian batas daerah di seluruh Indonesia," ujar dia. (MTVN/OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya