Konglomerasi Keuangan Wajib Miliki Holding

Fetry Wuryasti
13/6/2017 08:01
Konglomerasi Keuangan Wajib Miliki Holding
(Deputi Komisioner Pengawasan Terintegrasi OJK Agus E Siregar -- Istimewa)

OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) akan menerbitkan Peraturan OJK tentang Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (PIKK) yang mewajibkan konglomerasi keuangan (KK) memiliki perusahaan induk (holding company) dan membuat definisi baru terkait dengan KK.

“Aturan tentang pembentuk­an PIKK dan perubahan definisi KK bertujuan melengkapi dan memperkuat kebijakan pengawasan terintegrasi terhadap konglomerasi keuangan,” kata Deputi Komisioner Pengawasan Terintegrasi OJK Agus E Siregar di Jakarta, kemarin.

Agus menuturkan aturan tentang pembentukan PIKK didasari masukan industri dan hasil penelitian terhadap praktik di beberapa negara, seperti Malaysia, Korea, dan Singapura.

Menurut dia, dengan adanya holding company khusus sektor jasa keuangan, semua aktivitas KK dapat dikonsolidasikan dan dikendalikan PIKK. “Fungsi entitas utama yang selama ini dapat dijalankan salah satu lembaga jasa keuangan dalam konglomerasi keuangan nantinya dilaksanakan PIKK,” ujar Agus.

Ia menjelaskan, dalam rancangan POJK tentang PIKK, yang wajib membentuk PIKK ialah pemegang saham pengen­dali atau pemegang saham pengendali terakhir.

Penerapan ketentuan itu mungkin akan mengakibatkan perubahan struktur kepemilikan, terutama jika ada lembaga jasa keuangan yang tidak dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh entitas yang ditunjuk sebagai PIKK.

PIKK dapat berupa salah satu lembaga jasa keuangan dalam konglomerasi keuangan atau dapat pula berupa entitas nonlembaga jasa keuangan, baik yang sudah ada maupun yang baru dibentuk.

“PIKK sebagai perusahaan induk diharapkan memudahkan pemegang saham pengendali atau pemegang saham pengendali terakhir dalam memantau perkembangan bisnis jasa keuangan mereka. Di sisi lain, itu akan memudahkan OJK, selaku regulator, untuk mengawasi konglomerasi keuangan,” kata Agus.

Ia menambahkan pada RPOJK itu, suatu grup lembaga jasa keuangan baru dinyatakan sebagai suatu konglomerasi keuangan jika memiliki lembaga jasa keuangan setidaknya dua sektor, yaitu bank, perusahaan asuransi, dan reasuransi, perusahaan efek, serta atau perusahaan pembiayaan, dengan total aset minimal Rp2 triliun.

Berdasarkan kriteria baru itu, kini terdapat 48 konglome­rasi keuangan dengan total aset per posisi 31 Desember 2016 mencapai Rp5.915 triliun atau 67,52% dari total aset keseluruhan sektor jasa keuangan. POJK ditargetkan terbit sebelum akhir 2017.

Pembiayaan
Ketua Dewan Komisio­ner OJK Muliaman D Hadad mengatakan OJK juga akan mengeluarkan Peraturan OJK tentang Pembiayaan Berkelanjutan untuk mewujudkan prog­ram keuangan berkelanjutan bagi industri jasa keuangan di bawah pengawasan OJK. “Kami usahakan tahun ini (terbit). Kami masih konsultasi ke publik untuk masukan,” kata dia, baru-baru ini.

Muliaman mengatakan hal yang diatur dalam POJK itu bersifat umum, antara lain prinsip investasi bertanggung jawab, praktik bisnis berkelanjutan, pengelolaan risiko, tata kelola, keuangan inklusif, dan pengembangan sektor ekonomi berkelanjutan. “Peraturan OJK soal pembiayaan berkelanjutan diharapkan jadi instrumen untuk solusi masalah pengelolaan lingkungan dan mendorong peningkatan daya saing jasa keuangan bank dan jasa keuangan nonbank nasional,” tutupnya. (Ant/E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya