Pengusaha Sawit Bidik Peningkatan Ekspor di Pasar Baru

Jessica Sihite
09/6/2017 16:07
Pengusaha Sawit Bidik Peningkatan Ekspor di Pasar Baru
(ANTARA)

PARA pelaku usaha sawit kini berusaha tidak lagi memusingkan kampanye hitam dari Eropa. Upaya meningkatkan ekspor minyak kelapa sawit (CPO) dan turunannya dipandang bisa melalui pengembangan pasar baru.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor mengatakan salah satu negara yang dianggap bisa meningkatkan ekspor sawit Indonesia ialah Tiongkok. 'Negeri Tirai Bambu' itu rencananya akan mulai menggunakan bahan bakar nabati (BBN) biodiesel 5% (B5). Bila demikian, kebutuhan fame untuk membuat B5 tersebut mencapai 9 juta kiloliter (kl) per tahun.

"Sekarang bagaimana kita terus pengaruhi Tiongkok menggunakan B5. Kalau pakai itu, dia butuh 9 juta kl fame karena kebutuhan solar mereka sekitar 180 juta kl per tahun. Itu bisa kita manfaatkan untuk menaikan ekspor," ucap Tumanggor usai buka puasa bersama di Jakarta, Kamis (8/6) malam.

Rencana itu, kata dia, sudah dibicarakan Presiden Joko Widodo pada lawatannya ke Tiongkok 13-14 Mei silam. Selanjutnya, pada 16 Juni mendatang rencananya Menko Maritim, Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit, dan perwakilan pengusaha sawit Indonesia akan kembali mengunjungi Tiongkok guna merinci kesepakatan tersebut.

Adapun ekspor CPO dan turunannya dari Indonesia ke Tiongkok sekitar 3,8 juta ton per tahun. Sementara itu, kapasitas produksi biodiesel Indonesia per tahun mencapai 11 juta ton dengan konsumsi dalam negeri sebanyak 4 juta ton. Bila Indonesia menambah ekspor biodiesel ke Tiongkok, Tumanggor mengatakan kapasitas produksi bisa tersalurkan secara penuh.

"Sekarang kita juga lagi bicarakan bagaimana model kerja samanya, apakah Tiongkok yang bangun pabrik biodiesel di sini atau kita ekspor ke sana atau kita bangun industri di sana," imbuh Tumanggor.

Di samping itu, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menilai ekspor ke Rusia dan Pakistan harus segera ditingkatkan. Kedua negara itu berpotensi besar bagi Indonesia, apalagi bila Jalur Sutra dari Tiongkok ke Eropa terealisasi.

Sahat pun berpendapat pemerintah mesti menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membangun tangki sawit di kedua negara. Dengan begitu, ekspor CPO dan turunannya ke Rusia dan Pakistan bisa bertambah dua kali lipat dari saat ini yang masing-masing sebesar 350 ribu ton dan 1,2 juta ton.

"Kalau ada jalur itu dan ada tangki kita, ekspor ke Pakistan dan Rusia bisa nambah jadi dua kali lipat. Apalagi kalau Tiongkok jadi B5, selesai sudah. Kita bisa bilang ke Eropa, maaf ga ada stok," tukas Sahat.

Menurutnya, biaya investasi membangun tangki mencapai US$25 juta dengan kapasitas 300 ribu ton. Sahat menilai dibangunnya tangki sawit di negara tujuan ekspor sangat bermanfaat bagi Indonesia. Di samping pembelian bisa dalam volume kecil, administrasi pembelian juga lebih mudah karena tidak memerlukan letter of credit (LC).

"Kan banyak juga pembeli kita yang maunya beli sedikit-sedikit dulu, sedangkan kalau mereka impor mesti dalam jumlah besar. Kalau kita ada tangki di sana, pembeli juga ga perlu repot urus LC, tinggal pakai cash," imbuh Sahat. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya