Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PEMERINTAH diminta mengkaji ulang kenaikan tarif cukai tembakau yang mencapai 10%. Alih-alih untuk menggenjot penerimaan negara, kebijakan tersebut justru menghambat kinerja industri rokok yang akhirnya menyebabkan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Sudarto menyayangkan kurang matangnya kebijakan pemerintah.
"Kenaikan cukai yang berlebihan dapat menjadi bumerang bagi pemerintah. Pada kuartal I-2017, realisasi penerimaan bea dan cukai hanya Rp29,4 triliun, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu," ujar Sudarto melalui pernyataan resmi, Selasa (6/6).
Dia mengatakan, dari data Kementerian Perindustrian, pada 2005 terdapat sekitar 7.000 produsen rokok. Namun, saat ini, hanya tersisa 724 pabrik.
"Itu pun tidak jelas apakah masih berproduksi atau hanya fiktif."
Tidak hanya itu, Sudarto menyebut kenaikan cukai rokok juga memangkas tenaga kerja dalam jumlah besar. Sebanyak 32.727 anggota FSP RTMM kehilangan pekerjaan dari 2012 hingga 2016. Sedangkan yang tidak tergabung dalam federasi bisa mencapai 70 ribu orang.
“Kalu seperti ini, pekerja yang menjadi korban. Jumlah pekerja rokok merosot tajam. Rata-rata mereka berpendidikan rendah, sehingga kalaupun ada lapangan pekerjaan, mereka tidak akan bisa tersalurkan,” katanya.
Di lain kesempatan, Anggota Komisi XI Donny Priambodo mengatakan, selama ini tembakau menyumbang sekitar 95% pemasukan cukai atau yang terbesar bagi negara. Sayangnya dalam empat tahun terakhir, industri rokok stagnan. Bahkan mengalami penurunan 2% tahun lalu.
Tercatat, produksi hasil tembakau dari 348 miliar batang di 2015 menjadi 342 miliar batang di 2016.
“Tentunya ini mempengaruhi penerimaan negara, dan mengancam kelangsungan industri. Dengan kata lain, penyerapan tenaga kerja,” ujar Donny.
Politisi Nasdem itu tidak ingin ada pemangkasan pekerja rokok. Maka dari itu, kenaikan cukai harus dipertimbangakan dengan bijak dan memperhatikan keadaan industri. Sehingga penerimaan negara tetap terjaga, dan industri tidak gulung tikar.
Donny meminta pemerintah memperhatikan kondisi ekonomi dan industri, sehingga tidak ada kenaikan berlebihan. Pemangku kebijakan juga harus memberi peta jalan atau roadmap kepada industri.
Jika alasannya untuk menambah penerimaan negara, Donny menyarankan seharusnya pemerintah menambah barang kena cukai lain. Sebab objek cukai Indonesia masih sedikit jika dibandingkan negara lain.
Sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai, saat ini Indonesia baru mengenal tiga jenis barang kena cukai yakni etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau.
“Sudah saatnya pemerintah melakukan ekstensifikasi, seperti wacana terakhir mengenai cukai plastik kresek,” pungkasnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mengungkapkan realisasi penerimaan bea dan cukai hingga akhir April sebesar Rp29,4 triliun, turun 0,68% dibangkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp29,6 triliun.
Adapun, lebih rinci, pendapatan cukai per kuartal pertama 2017 sebesar Rp17,9 triliun. Tembakau menjadi pemberi kontribusi terbesar yang mencapai 95% dengan total Rp16,4 triliun. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved